Mahasiswa Ichhaftigkeit atau Sachlichkeit
Anda Mahasiswa Ichhaftigkeit atau Sachlichkeit?
(Galuh Riyan Fareza)
Sebelumnya, mungkin Anda masih belum pernah mendengar istilah Ichhaftigkeit dan Sachlickeit, benar tidak? Membaca kedua istilah tersebut saja sulit, iya apa iya? Sebenarnya kedua istilah tersebut merupakan istilah dalam ilmu psikologi. Anak psikologi pasti faham dengan istilah begituan. Saya bermaksud meletakkan istilah tersebut setelah kata Mahasiswa dalam tulisan ini. Sehingga tulisan ini bisa rampung dengan judul "Anda Mahasiswa Ichhaftigkeit atau Sachlickeit?" Tulisan ini ditulis bermaksud untuk menyadarkan para Mahasiswa. Agar supaya mereka sebelum atau setelah lulus dari bangku perkuliahan, hidupnya diberikan sepenuhnya untuk masyarakat bukan untuk diri mereka sendiri. Karena di Indonesia hal tersebut sangat sering terjadi.
Istilah Ichhaftigkeit dan Sachlichkeit sebenarnya merupakan dua buah asas struktur hidup kejiwaan manusia yang dicetuskan oleh Dr. F. Kunkel. Beliau merupakan salah satu murid Dr. Alfred Alder pelopor psikologi individu. Ichhaftigkeit adalah sebuah asas dimana manusia mengabdi kepada ego atau diri sendiri (ke-aku-akuan). Sedangkan Sachlichkeit adalah sebuah asas dimana manusia mengabdi kepada masyarakat.
Asas Ichhaftigkeit dan Sachlichkeit dalam segala tindakan merupakan motif dasar dari setiap perbuatan Mahasiswa itu sesungguhnya. Apakah motif tersebut Ichhaftigkeit atau Sachlichkeit, hanya Mahasiswa itu sendiri yang mengetahui. Kenyataannya dalam setiap perbuatan atau tindakan Mahasiswa merupakan perjuangan motif pemilihan antara ke-aku-an ( Das Ich bahasa kerennya) dan sikap sosial. Contoh kecil misalkan, seorang Mahasiswa tengah duduk santai di dalam kelas, kemudian dia melihat seorang teman mendapatkan masalah. Teman tersebut kebingungan tentang suatu mata perkuliahan tertentu. Mahasiswa itu tadi berfikir bahwa hanya dengan pertolongannyalah, dia dapat menyelesaikan masalah temannya. Nah, Mahasiswa tersebut dalam tindakannya dapat melakukan pertolongan karena motif: Pertama, apakah dia menolong temannya karena ingin mendapatkan pujian/balasan atau karena ingin mendapatkan pahala dari Tuhan (asas Ichhaftigkeit). Kedua, Mahasiswa tersebut sadar bahwa menolong itu adalah kewajiban manusia, tanpa mengingat pahala atau balasan/pujian (asas Sachlichkeit).
Lebih lanjut mengenai pembahasan istilah Ichhaftigkeit dan Sachlichkeit. Mahasiswa atau manusia Ichhaftigkeit, pusat kesadaran dan tujuan hidupnya adalah untuk pengabdian aku-nya dengan segala kepentingannya. Sikap ingin kekuasaan dan tamak akan harga diri dimata orang lain sangat besar dalam dirinya. Sikap tersebut adalah penyakit harga diri berlebihan (meerwarrdigheid). Dia selalu bersikap cemburu kepada orang lain/masyarakat yang menurutnya merugikan dirinya, bahkan dianggapnya kurang menghargai dirinya. Tetapi pusat alasannya hanyalah untuk prestise aku-nya. Jadi sebenarnya dia tidak ingin memikul resiko dan tanggungjawab yang dapat membahayakan "harga" aku-nya. Jelasnya Mahasiswa Ichhaftigkeit ini takut menghadapi kenyataan kehidupan yang sesungguhnya. Namun sebaliknya dia sangat terdorong untuk menonjolkan aku-nya dan hasrat ingin memuaskan tuntutan aku-nya. Dia ingin menghadapi perjuangan dengan realita demi aku-nya. Dilema demikian membawa Mahasiswa tenggelam dalam keadaan newrotis. Dan akhirnya Dia bertentangan dengan masyarakat sekitarnya.
Sekarang manusia atau Mahasiswa Sachlichkeit, pusat kesadaran dan tujuan hidup Mahasiswa ini ialah kesadaran akan kebersamaan (Gemeinschaft socialistic) dalam kehidupan sosial. Mahasiswa ini ingin mengabdi kepada masyarakat. Mahasiswa Sachlichkeit ini tidak memikirkan ke-aku-akuannya sedikit pun. Tetapi dia hanya memikirkan dan ingin mengabdi semata-mata kepada orang lain dan masyarakat. Hubungan dirinya dengan masyarakat sangat rapat. Dia selalu berhasrat menyesuaikan diri dengan kehendak dan tuntutan masyarakat. Bahkan dia cenderung mengalahkan atau menomerduakan kepentingan diri sendiri demi kepentingan bersama. Pusat kesadaran Mahasiswa Sachlichkeit ini adalah "persoalan kita, persoalan orang lain, dan persoalan masyarakat." Kebahagian dan sukses yang dia alami dan rasakan adalah apabila dia telah menunaikan hasrat mengabdi kepada kepentingan bersama. Dan hasrat tersebut benar-benar telah terpenuhi, telah ada hasil yang riil. Sebaliknya dia akan merasa sedih dan menderita jika realitas sosial yang ada di sekitarnya mengalami penderitaan.
Mahasiwa di Indonesia itu banyak sekali, tetapi sedikit dari mereka yang dapat memberikan kontribusinya kepada masyarakat. Mereka menganggap bahwa mereka bisa karena diri mereka sendiri. Mereka menomerduakan masyarakat padahal Mahasiswa sejatinya adalah harapan besar masyarakat. Mereka tidak memikirkan nasib masyarakat di luar sana. Mereka berjalan di bumi dengan angkuhnya, menganggap rendah orang lain dihadapannya. Itu namanya bukan Mahasiswa yang Mahasiswa. Yang hanya mereka pikirkan setelah lulus dari bangku perkuliahan adalah diri mereka sendiri bukan orang lain. "Kemana mereka berlabuh selanjutnya? Lanjut S2 atau bekerja?" Kan begitu Mahasiswa biasanya di Indonesia. Setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka masih tetap menomerduakan orang lain atau masyarakat. Itu realitas yang terjadi sampai saat ini di Indonesia raya ini.
Setelah saya amati, ternyata masih ada Mahasiswa Sachlichkeit di kampus-kampus Indonesia. Tidak jarang dari mereka turun ke jalan berjuang atas nama masyarakat. Mereka juga selalu mementingkan orang lain baik di lingkungan kampus atau masyarakat. Namun semua itu kembali pada diri kita masing -masing. Apakah kita ingin menjadi Mahasiswa Ichhaftigkeit atau Sachlichkeit? Bukannya begitu?
Sumber:
Patty, dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Malang: Usaha Nasional