Tahlilan dan Surat Undangan

Tahlilan dan Surat Undangan
(Galuh Riyan Fareza)

       Tulisan ini sebenarnya telah ditulis dua minggu yang lalu tepatnya pada tanggal 2 Juni 2018. Namun karena banyaknya kesibukan, Alhamdulillah tulisan ini bisa saya selesaikan sekarang. Tulisan tersebut ditulis karena terinspirasi oleh sebuah acara tahlilan di tempat tinggal saya tepatnya di RT 003/RW 001, Kreongan, Patrang, Jember.
Uniknya acara tahlilan tersebut diselenggarakan tidak seperti pada umumnya atau biasanya.

       Umumnya acara tahlilan di tempat tinggal saya diselenggarakan tidak memakai format atau sistem surat undangan. Jadi bagi siapa saja yang ingin menghadiri acara tahlilan tersebut diperbolehkan termasuk kalangan anak-anak. Karena memang dalam acara tersebut tidak ada batasan usia minimum atau maksimum bagi setiap orang yang ingin menghadirinya. Namun sekarang acara tahlilan di tempat tinggal saya memakai format atau sistem undangan bagi siapa saja yang ingin menghadiri acara tersebut. Hal itu membuat orang yang ingin hadir dalam acara tersebut tidak bisa hadir karena tidak memperoleh surat undangan. Dengan kata lain hanya orang yang menerima surat undanganlah yang boleh menghadiri acara tahlilan tersebut. Bagi yang tidak memperoleh surat undangan berarti tidak boleh menghadiri acara tahlilan tersebut. Ini adalah peristiwa yang pertama kali terjadi di tempat tinggal saya sepanjang sejarah.

       Secara ghalib/umum tahlilan merupakan sebuah acara kirim doa dengan dibumbui pembacaan surah yasin, tahlil, dan doa. Doa tersebut dikhususkan atau diperuntukkan kepada seseorang yang telah meninggal dunia agar arwahnya diterima disisi Allah Swt. Acara tahlilan ini dilaksanakan selama tujuh hari. Umumnya setelah pembacaan doa selesai para tamu atau orang-orang yang menghadiri tahlilan memperoleh sepiring nasi atau makanan. Pada hari atau malam ketiga orang-orang akan memperoleh kue lemper dan nogosari. Itu merupakan kue khas dalam setiap acara tahlilan. Sedangkan pada tahlilan malam ketujuh orang-orang akan menerima nasi berkat. Pada malam ketujuh setelah seseorang telah meninggal ini, diyakini arwahnya pulang ke rumahnya untuk menjenguk keluarganya dan saudaranya.

      Di tempat tinggal saya, setiap ada acara tahlilan pasti ramai dihadiri oleh banyak orang. Ini telah menjadi sebuah tradisi turun-temurun yang masih dilestarkan sampai saat ini di tempat tinggal saya. Semua orang diperbolehkan untuk menghadiri acara tahlilan tersebut termasuk anak-anak. Karena memang disini tidak ada batasan usia minimum atau maksimum dalam menghadiri acara tahlilan tersebut.

       Pada tanggal 31 Mei 2018, ditempat tinggal saya ada seseorang yang meninggal dunia dan jenazahnya dikebumikan di pemakaman tunjungsari Kreongan, Patrang, Jember. Beliau adalah bapak Misto, guru ngaji sekaligus Imam masjid Al-Ikhlas di tempat tinggal saya. Beliau dikubur pada malam hari ba'da shalat terawih. Banyak orang yang hadir di pemakaman untuk mengubur jenazah beliau. Namun sayangnya, pada acara tahlilan beliau, hanya lima belas orang yang menghadirinya. Menurut saya itu adalah jumlah yang sedikit sepanjang sejarah dalam acara tahlilan di tempat tinggal saya.

       Setelah ditelusuri, saya baru tahu kalau acara tahlilan tersebut memakai format surat undangan. Menurut saya itu adalah hal yang tidak masuk akal sekali. Karena keluarga almarhum adalah keluarga yang berada. Saya rasa keluarga beliau dapat menyelenggarakan tahlilan tanpa harus menyebarkan surat undangan kepada tetangga. Akibatnya banyak tetangga yang ingin hadir terpaksa tidak bisa hadir karena tidak memperoleh surat undangan dari pihak keluarga. Hal itu membuat tetangga saya marah, karena terkesan mereka menghadiri tahlilan tersebut hanya untuk mencari makanan saja. Tidak hanya itu, peristiwa ini pertama kali terjadi di tempat tinggal saya. "Ini bukan acara ulang tahun, kok pakai undangan, nasi banyak di rumah" kata tetangga saya.

        Sebenarnya dalam tahlilan itu, finansial bukanlah menjadi suatu masalah. Banyak tetangga saya yang dari segi finansial tidak mampu tetapi mereka bisa menyelenggarakan acara tahlilan tanpa harus menyebar surat undangan. Saya rasa semua itu berawal dari niat. Bukan yang penting "mengundang." Kalau memang inginnya seperti itu lebih baik tidak perlu menyelenggarakan acara tahlilan. Agar supaya hal itu tidak menciptakan kecemburuan sosial. Yang itu diundang saya kok tidak, padahal rumah saya lebih dekat dari dia, kurangnya seperti itu. Menurut saya  lebih baik tidak perlu mengadakan acara tahlilan, kan enak kalau begitu, kalau kita ingin sederhananya.

       Padahal kalau kita ingin mengelupas makna tahlilan, ada banyak makna yang terkandung di dalamnya sebenarnya. Salah satunya ialah menghibur keluarga yang berduka cita agar mereka mengikhlaskan kepergian almarhum. Selain itu tahlilan dapat mempererat tali silaturahim antar tetangga yang lain. Kurangnya seperti itu dari saya. Sekian terimakasih.

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?