Ayo Menulis!
Ayo Menulis!
(Galuh Riyan Fareza)
Menulis erat sekali kaitannya dengan membaca. Barang siapa yang sering membaca, mudah bagi seseorang untuk menciptakan karya tulis. Karena lewat membaca, seseorang dapat mempunyai banyak perbendaharaan kata untuk siap dituangkan dalam bentuk karya tulis. Tidak dapat dipungkiri bahwa membaca menjadi aspek yang sangat penting bagi seseorang sebelum menulis. Seperti yang kita tahu bahwa membaca berarti membuka jendela dunia, bukan membuka jendela milik tetangga sebelah. Jadi jika ada seseorang yang tidak suka membaca, jangan salahkan dia jika tidak dapat membuat sebuah karya tulis.
Selain membaca, perbendaharaan kata sebenarnya dapat seseorang peroleh dengan menonton acara dan berita di televisi. Sangat mungkin sekali seseorang dapat menemukan kosakata atau kata ilmiah baru yang tidak dia ketahui sebelumnya. Acara televisi yang saya maksud disini contohnya adalah acara ceramah keagamaan, Indonesia lawyer club, mata najwa, dan acara keilmuan televisi yang lain. Mohon maaf acara sinetron dan lucu-lucuan di sini bukan termasuk pilihan saya. Namun saya sarankan, alangkah lebih baik jika menonton acara televisi diimbangi juga dengan membaca.
Bagi saya, menulis bukanlah suatu perkara yang mudah. Selain membutuhkan banyak ide dan perbendaharaan kata, dibutuhkan juga kesungguhan dan ketelatenan tersendiri. Kesungguhan dan ketelatenan tersebut dibutuhkan saat seseorang mendapatkan judul tulisan yang berat. Jika seseorang tidak memiliki kesungguhan dan ketelatenan dalam menulis, dia akan mudah frustasi. Akibatnya butuh waktu lama bagi dia untuk menyelesaikan karya tulisnya. Bahkan mungkin sekali karya tulis tersebut tidak dapat menjadi sebuah karya tulis, melainkan menjadi tinggal kenangan. Itu adalah salah satu pengalaman yang pernah saya alami saat menemukan banyak kesulitan dalam menulis.
Sebelum menulis, biasanya saya menentukan judul terlebih dahulu. Setelah itu, saya membuat kerangka tulisan. Dalam hal ini, saya sekarang terbiasa menggunakan cara outline dan brainstorming. Kalau dulu saat awal-awal menulis, saya menggunakan cara tiga part yang terdiri dari opening, content, dan closing. Itu pun saya juga pernah mendapatkan kesulitan. Kesulitannya yaitu dalam menyinkronkan antara judul dengan isi. Kemudian menyinkronkan antara main idea dan supporting sentence dalam sebuah paragraf. Dalam masalah ini, saya pernah mengganti judul tulisan dan isi berkali-kali saat menulis.
Dulu ketika menulis, saya juga pernah merasakan kesal dan frustasi. Saya juga berniat untuk berhenti saja menulis. Karena saya tidak pernah merasa ada manfaatnya saat saya menulis. Otak ini terasa buntu dan tidak bisa diajak untuk berpikir kembali saat menulis. Saat merasa buntu, saya selalu mengirim sebuah status di WA bertuliskan "buntu". Berbicara masalah buntu, sudah tidak dapat dihitung berapa kali saya mengirim sebuah status bertuliskan "buntu" di WA. Tetapi saya sadar akan suatu hal, saat kita jatuh pasti kita dihadapkan oleh dua pilihan, yaitu bangkit atau tidak. Dalam hal ini saya lebih memilih untuk bangkit karena saya juga sadar bahwa menulis adalah jalan saya sebagai mahasiswa yang mahasiswa.
Awal pertama kali saya suka dan tertarik untuk belajar menulis karena terinspirasi oleh seorang dosen di kampus. Namun saat pertama belajar menulis, saya menulis masih di buku dan belum berani saya tunjukkan kepada siapapun. Judul pertama tulisan saya saat itu adalah "Tidak Faham Arah". Isi tulisan tersebut hanya terdiri dari satu paragraf saja. Itu pun tidak mudah bagi saya untuk merangkai bahasa lisan menjadi bahasa tulisan dalam tulisan saya tersebut. Karena pada saat itu saya masih baru mulai belajar menulis.
Perlu diketahui bahwa pemilihan diksi juga menjadi hal yang sulit saat menulis. Apalagi jika seseorang tidak pernah membaca. Bukan perkara mudah bagi saya untuk menentukan sebuah diksi yang cocok untuk dituangkan dalam bentuk tulisan. Karena saya tahu bahwa bahasa tulisan itu berbeda dengan bahasa lisan. Jika kita tidak pandai dalam memilih diksi, akibatnya tulisan kita akan menjadi tidak bagus, banyak mubazir kata, dll. Lagi-lagi dalam hal ini, kembali pada seberapa banyak kosakata atau perbendaharaan kata yang penulis ketahui dan kuasai.
Selain pemilihan diksi, penulisan tanda baca juga perlu diperhatikan dalam menulis. Karena kalau tidak, tulisan kita akan menjadi membosankan saat dibaca. Tidak sedikit saya membaca tulisan karya teman yang penulisan tanda bacanya masih kurang pas. Contohnya dalam satu paragraf, hanya terdiri dari satu kalimat yang panjang dan banyak menggunakan tanda baca koma. Tidak apa-apa menurut saya, karena dia masih belajar. Dalam belajar menulis, kesalahan bisa dimaklumi bagi saya. Karena saya tahu bahwa menulis itu tidak mudah. Saya pun sadar ternyata menulis itu juga ada ilmunya.
Dalam menulis, semangat saya juga pernah terang redup. Untungnya saya mempunyai teman yang selalu menyemangati saya saat menulis. Akhirnya saya dapat menyelesaikan karya tulis walaupun mengalami banyak kesulitan. Setelah karya tulis saya selesai, tidak mudah bagi saya menarik perhatian orang lain untuk mau membaca karya tulis tersebut. Jawabannya adalah karena mereka masih belum tahu susahnya menulis. Jika mereka tahu, pasti mereka akan membaca karya tulis tersebut walaupun tidak bagus. Saya pernah mengirim tulisan saya dalam bentuk blog di WA, tetapi yang baca hanya enam orang dalam rentang waktu satu hari. Walaupun begitu, saya tidak tahu mengapa saya sangat bahagia sekali ketika berhasil menyelesaikan sebuah karya tulis dan mengirimnya di WA.
Saya sangat suka dan menghargai sekali terhadap sesama teman yang suka menulis. Tetapi saya sebenarnya lebih suka dengan teman yang tidak pernah menulis, namun punya keinginan untuk belajar menulis. Tidak jarang saya mengajak teman saya agar dia mau menulis. Ada juga teman yang dulu suka menulis, tetapi berhenti. Itu juga tidak luput dari perhatian saya. Saya terus mengajak dia agar dia mau menulis kembali. Saya yang akan menjadi pembaca pertamanya.
Sekarang menulis telah menjadi jalan hidup saya. Hampa rasanya jika diri ini tidak menulis. Dulu saya merasa bahwa menulis tidak ada manfaatnya. Namun ternyata banyak sekali manfaat yang saya peroleh dari menulis. Salah satunya adalah ingatan saya menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Selain itu, menulis melatih saya agar selalu peka terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, mari menulis! Mari ajak orang lain untuk mau menulis!