Suatu Hari di Fakultas Tarbiyah IAIN Jember

Suatu Hari di Fakultas Tarbiyah IAIN Jember
(Galuh Riyan F)

       Selasa 17 Juli 2018 saya pergi ke kampus IAIN Jember. Saya pergi ke kampus dalam rangka mengambil KHS dan kartu hijau di fakultas tarbiyah. Saya berangkat ke kampus sekitar pukul 09:20 WIB dan tiba di sana sekitar pukul 09:45 WIB. Sebenarnya saya bisa berangkat ke kampus lebih pagi daripada itu. Namun saya tidak bisa karena harus mengantarkan kakek terlebih dahulu ke puskesmas dekat stasiun Jember.

       Setiba di mulut gapura kampus, saya sempat bertemu dengan Silvi salah satu teman saya. Tetapi saat itu saya malu dan kurang berani untuk bertegur sapa dengan wanita cantik seperti dia. Mungkin karena saya tidak terbiasa menyapa seorang perempuan. Tetapi bukan berarti saya sombong atau bagaimana. Saat itu memang saya lihat dia sedang menelpon seseorang. Jadi saya langsung lewat saja di hadapan dia tanpa bertegur sapa. Tetapi saya rasa dia tidak melihat dan mungkin tidak tahu kalau saya yang lewat di hadapannya. Awalnya saya kira dia telah mengambil KHS dari fakultas. Tetapi ternyata  belum juga sama seperti saya.

       Saat sampai di depan fakultas tarbiyah, saya memeriksa WA kembali, berharap ada informasi penting lainnya. Setelah itu, tanpa berpikir panjang saya langsung menuju ke dalam gedung fakultas tarbiyah. Tujuan utama saya adalah mengambil KHS dan kartu hijau di lantai enam. Pada waktu itu saya sengaja memutuskan untuk jalan kaki melalui anak tangga ke lantai enam. Berharap saya dapat bertemu dengan teman saya yang lain di tiap-tiap lantai gedung. Lagipula jalan kaki juga sehat walaupun untuk sampai ke atas membutuhkan tenaga dan waktu cukup lama. Iya hitung-hitung olahraga lah.

       Sampai di lantai dua, saya melihat banyak sekali mahasiswa. Saya mengamati para mahasiswa di sana. Ada mahasisawa yang pakai sandal. Tidak apa-apa lah daripada cekeran tanpa alas kaki. Ada yang duduk di anak tangga sambil menghalangi jalan. Ada juga yang tidur-tiduran di sebuah ruangan kecil di gedung tarbiyah. Ada yang asik dan sibuk foto di tengah-tengah keramaian mahasiswa. Bahkan yang sedang melaksanakan upacara bendera juga ada dan masih banyak yang lain.

       Sampai di lantai lima, saya kelihatan sekali capeknya. Karena kebetulan saya tidak sarapan pada saat itu. Rasanya pusing dan mau muntah. Tetapi semua itu terobati saat teman cantik saya menyapa dan memanggil nama saya. Mereka adalah Iren dan Sasha. Mereka bertanya pada saya "mau kemana luh, mau ngambil KHS? Ayo bareng! ". "Iya ayo!" jawab saya. "Memang mau kemana lagi kalau tidak mengambil KHS" dalam hati saya.

       Sampai di lantai enam, saya langsung menuju ke ruangannya Bu Sari untuk mengambil KHS pastinya. Kemudian disusul oleh dua teman saya, Sasha dan Iren. Pada saat yang bersamaan ada mahasiswi yang memanggil nama saya "Galuh". Saya jawab "iya" walaupun sebenarnya saya tidak kenal dengan siapa dia. Setelah menerima KHS, saya bertanya kepada Bu Sari dimana ruangan pak Fikri. Beliau menjawab "itu disana".

       Keluar dari ruangan Bu Sari, ada sedikit percakapan kecil antara saya, Sasha dan Iren sebelum masuk ke dalam ruangan pak Fikri. Percakapan tersebut tentang permintamaafan dan nilai IP. Hanya saja saat itu saya merahasiakan nilai IP saya. Karena bagi saya nilai itu hanya simbol apresiasi saja. Lagipula, saya juga tidak ingin dilihat pandai hanya karena nilai IP saya yang sempurna. Saya lebih senang jika semua orang menganggap saya bodoh, tetapi sebenarnya tidak. Iya salah satu alasannya agar saya lebih semangat lagi menjalani hidup dan mencari ilmu. Kalau semua orang memandang saya pandai, kesempatan sombong karena ilmu pasti ada. Saya lebih suka merendah seperti salah satu tokoh idola saya yang bernama Bob Sadino.

       Setelah percakapan itu tadi, saya dan iren sedikit agak ragu saat mencoba masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menemui pak Fikri. Apakah benar ruangan di pojok sana adalah ruangan pak Fikri kami masih belum tahu. Apalagi saya juga belum tahu wajah pak Fikri itu seperti apa. Akhirnya Muhtarom teman saya datang. Kemudian kami menghampiri dia untuk memastikan kembali, apakah ruangan di sebelah sana adalah ruangan pak Fikri? Karena saya tahu Muhtaron sudah menemui pak Fikri sebelumnya dan mengambil kartu hijau. Muhtarom langsung mengantarkan kami menuju ruangan tersebut sekaligus menunjukkan meja pak Fikri kepada kami.

       Tanpa pikir panjang kami masuk dan menemui pak Fikri. Awalnya saya malu dan menyuruh Iren untuk mengambilkan kartu hijau saya ke pak Fikri. Namun karena saya kasihan padanya, akhirnya saya juga ikut masuk ke dalam ruangan pak Fikri. Kebetulan saat saya masuk, ada mahasiswa lain yang sedang berbincang dengan beliau. Terpaksa kami menunggu. Akhirnya setelah menunggu, beliau bertanya pada saya "ada perlu apa mas?" Saya jawab "kami kemari mau mengambil kartu hijau pak, dengan nama dosen wali ibu Indah. "Oh iya silahkan, tapi cari sendiri saja ya kartunya!" Kata beliau. Tanpa pikir panjang kami langsung mencari kartu hijau kami. Iren memberi saran kepada saya untuk sekalian mengambil punya teman kelas yang lain. Tetapi saya bingung seandainya mereka datang ke ruangan pak Fikri sedangkan kartu hijaunya ada di saya terus bagaimana seperti itu. Saat saya mencari kartu hijau, saya lihat ada kartu hijau punya Akil teman saya. Saya pikir dia akan ke kampus, jadi saya bawa kartu hijaunya. Tetapi ternyata dia tidak di kampus. Kalau Iren saya lihat dia membawa kartu hijau punya Fitriyah teman saya juga.

       Setelah mengambil kartu hijau bukan kartu merah ya, kami pergi meninggalkan ruangan pak Fikri. Pada saat kami berada di depan pintu, kami bertemu dengan Ainan teman kami yang juga ingin mengambil kartu hijau ke pak Fikri. Keluar dari pintu kami menuju ke keramaian mahasiswa tepat di depan ruangan bu Sari. Kemudian ada pak Asari menyapa saya dan bertanya "mana Asnah?" Saya jawab "tidak tahu pak" (Sambil tertawa).

       Banyak juga teman saya yang berada di lantai enam pada saat itu. Ada sedikit diskusi disana tentang meminta tanda tangan ke pak Faizin. "Bagaimana enaknya, KHS-nya digabung satu kelas atau individu?", kurang lebih seperti itu. Pada saat itu banyak yang minta KHS-nya langsung digabung menjadi satu. Saya dan Sasha yang membawa KHS teman-teman ke dalam ruangan pak Faizin untuk meminta tanda tangannya. Situasinya di dalam maupun di luar ruang dekan ramai sekali mahasiswa yang antri berdesakan pada saat itu demi mendapat tanda tangan dari pak Faizin. Seandainya semua KHS mahasiswa dijadikan satu, saya yakin tidak akan seramai itu. Iya maklum mahasiswa sekarang sukanya antri dan suka yang serba ribet.

      Saya dan Sasha masuk ke dalam ruangan dekan untuk meminta tanda tangan ke pak Faizin. Kami semua heran mengapa KHS kami tidak ada tanda tangan sekaligus stample langsung dari fakultas. Sehingga hal itu membuat banyak mahasiswa yang antri lama dan berdesakan untuk mendapatkannya. Bahkan ada juga yang sampai berebut masuk ke dalam ruangan pak Faizin. Untungnya tidak sampai roboh pintu yang berada di ruangan pak Faizin. Menurut saya menunggu seperti itu adalah pekerjaan orang goblok. Sebenarnya dalam hati yang paling dalam tidak mau saya disuruh menunggu antri seperti itu. Buat apa? Tetapi saya jalani dengan ikhlas saja.

       Setelah menunggu sekian lama di dalam ruang dekan. Ada teman kelas menghampiri kami dengan memberikan beberapa lembar KHS pada kami. Kalau tidak salah dia adalah Ainun. Kemudian Sasha komplain ke saya, bahwa sebaiknya kumpulan KHS tersebut diberi map saja. Tetapi saya menolaknya pada saat itu. Sasha bingung harus bagaimana. Dia bertanya pada Ainan yang pada saat itu berada di depan pintu ruang dekan. "Apakah kamu membawa map" tanya dia. Ainan menjawab "ada". Sasha kemudian menyerahkan map tersebut pada saya. Saya terima map tersebut untuk menghargai kerja kerasnya. Walaupun sebetulnya tanpa map juga tidak apa-apa.

       Sungguh menyebalkan memang, saya bisa berada di situasi seperti itu. Menunggu antrian yang lama dan berdesakan sesama mahasiswa tanpa adanya nomer antrian. Kalau ada nomer antrian kan enak, kita bisa tahu, kita nomer antrian berapa. Kalau nomer antrian kita adalah nomer tua, kita bisa tinggal jalan-jalan atau makan-makan dulu. Selain itu, panas dan pengap sekali di dalam ruangan itu. Karena itu saya menyuruh Sasha secara halus untuk keluar dari ruang dekan. Biar saya saja lah yang minta tanda tangan ke pak Faizin seorang diri. Saya kasihan sekali padanya pada saat itu. Saya tidak terima kalau teman saya harus menunggu lama seperti itu. Sudahlah biar saya saja yang menunggu lama dalam sekumpulan mahasiswa untuk minta tanda tangan ke pak Faizin. Tidak lama setelah Sasha keluar dari ruang dekan, Ita teman saya menghampiri saya untuk titip KHS-nya pada saya. Saya terima dengan senang hati.

       Setelah Sasha meninggalkan ruang dekan, rasanya sepi sekali bagi saya. Tidak ada teman lagi yang bisa diajak bicara seperti sebelumnya. Hal itu membuat saya diam membisu di dalam ruang dekan. Tetapi hal itu tidak membuat saya sedih atau semacamnya. Saya berusaha untuk menciptakan suasana atau topik pembicaraan dengan mahasiswa yang lain disana. Jadi disini saya berperan sebagai pembuka topik pembicaraan pertama kali. Ya intinya disini saya yang mencoba mengajak bicara mahasiswa lain yang pertama kali di dalam ruang dekan tersebut. Biasanya kalau saya berhasil mengajak orang untuk berbicara, endingnya berjalan lancar. Terus dan terus saya akan berbincang-bincang dengan dia. Agar tidak sepi lah harapannya.Tetapi tidak mudah untuk melakukannya karena mayoritas yang berada di dalam ruangan adalah mahasiswi. Keberanian dan mental saya diuji disini.

        Saya telah mencoba untuk melakukannya walaupun rasa malu itu masih ada. Tetapi tak seorang pun mahasiswi yang merespon saya ketika saya ajak bicara. Ada waktu itu mahasiswi yang berkata "aduh cek suine kon ngenteni neng kene, panas maneh". Saya mencoba untuk menambahi "iyo yo mbak, seng dijalok tanda tangan cuma wong siji, tapi seng antri akeh". Namun ternyata mahasiswi itu tidak merespon saya dan malah diam ketika saya berkata demikian. Ada mahasiswi lagi yang saya tanya "sudah menunggu lama mbak?" Tetapi dia hanya diam. Ya sudah saya tidak marah dan saya pun juga ikut diam. Saya balas dengan senyuman manis saja dia asik. Namun setelah itu saya berkata dengan nada lumayan keras " saya tidak suka menunggu seperti ini, menunggu seperti ini adalah pekerjaan orang goblok. Saya memberi aksentuasi pada kata "goblok" saat berkata demikian. Banyak mahasiswi saat itu melihat saya. Saya lihat balik mereka. "Memangnya ada yang salah dengan saya?" Dalam hati saya bertanya. Tetap semua mahasiswi yang melihat saya diam tanpa memberi respon atau semacamnya. Mungkin mereka sadar kali.

       Saya amati, banyak mahasiswa angkuh, sombong, egois, dan sok pandai di dalam ruang dekan. Saya lihat ada mahasiswi yang mencoba titip beberapa lembar KHS pada seorang mahasiswi lain yang kebetulan berada pas di depan pintu ruangan pak Faizin. Tetapi dia menolaknya. Dia menolaknya dengan alasan bahwa KHS yang dipegannya adalah punya kelas. Sombong sekali menurut saya perilaku seperti itu dan tidak cocok menurut saya ada dalam diri mahasiswa. Saya tahu pasti alasan sebenarnya mengapa dia menolak titipan KHS tersebut. Alasannya adalah dia jual mahal, dia tidak ingin karena menunggu lama kemudian yang lain seenaknya titip KHS padanya. Dia ingin mahasiswi yang lain ikut merasakan apa yang dia rasakan. Yaitu antri lama di dalam ruangan yang penuh sesak akan mahasiswa. Sebenarnya saya sangat ingin sekali bertanya di dalam ruang dekan tersebut "apakah ada yang mau titip KHS sama saya? Kalau mau mari saya bantu". Tetapi lebih baik menurut saya pada saat itu adalah menunggu sampai ada mahasiswa lain yang titip KHS sama saya, baru kemudian saya terima dan bantu. Karena saya tahu, pasti mahasiswi dan mahasiswa yang ada disana meresponnya dengan cara diam. Oleh karena itu lebih baik saya diam dan menunggu saja.

       Pada akhirnya ada dua mahasiswa yang titip KHS pada saya. Saya terima dengan senang hati pada saat itu. Agak bingung memang saya. Seandainya semua KHS dikumpulkan jadi satu. Mungkin saya tidak perlu antri lama seperti ini. Ya namun karena banyaknya mahasiswa yang angkuh. Jadinya semua harus antri mendapatkan tanda tangan dari pak Faizin. Tidak apa-apa lah karena mungkin mereka lebih suka menunggu lama seperti itu.

       Ketika saya mencoba masuk ke dalam ruangan pak Faizin. Ada mahasiswi yang mendahului saya. Padahal saya ada di depan, tetapi dia mendahului saya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun seperti itu. Ya saya hanya bisa sabar dan diam pada saat itu. Menyebalkan sekali memang. Karena bukan satu kali mahasiswi mendahului saya, tetapi beberapa kali. Namun saya hanya bisa sabar dan sabar. Nah setelah itu giliran saya dan Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Kemudian saya mencoba keluar dari ruangan pak Faizin ditengah-tengah ramainya mahasiswi angkuh. Mengapa demikian? Karena mereka tidak memberi saya jalan untuk lewat seperti itu. Ya jadi saya terabas saja tanpa ada rasa malu dan takut sekalipun. Mungkin mereka takut, kalau memberi saya lewat akan ada mahasiswa lain yang mendahuluinya. Sebanarnya saya tidak tahu pasti apa yang mereka pikirkan.

       Selepas melewati mahasiswi angkuh tadi. Saya tidak lupa memberikan titipan KHS pada dua mahasiswa tadi. Setelah itu saya langsung ke teman kelas saya untuk menyerahkan KHS mereka. Tetapi saya lupa kalau KHS tersebut harus dilegalisir terlebih dahulu. Kebetulan teman saya setuju jika saya yang pergi ke lantai dua untuk melegalisir KHS mereka. Sampai di lantai dua ternyata juga masih ramai. Tetapi Alhamdulillah semua lancar sesuai rencana. Setelah selesai legalisir, saya kembali lagi ke lantai enam untuk menyerahkan KHS tersebut pada teman saya. Rasa capek pasti ada, tetapi capek tersebut tidak terasa karena saya melakukannya ikhlas lahir batin. Walaupun saya belum makan pada saat itu, saya tidak merasakan lapar sama sekali. Allah ada untuk saya pada saat itu.

       Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah diatas. Salah satunya adalah menolong orang lain dengan ikhlas. Dari dulu saya sudah memiliki prinsip hidup dan saya tidak ingin mencabut prinsip tersebut. Prinsip itu adalah "saya lebih suka menolong daripada ditolong. Sekian kisah saya, terimakasih.

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?