Warna-Warni Budaya Manusia tak Berotak
Warna- Warni Budaya Manusia tak Berotak
(Galuh Riyan F)
Pukul 04:45 WIB saya dan adik saya berada di stasiun kereta api Jember. Kami hendak melakukan perjalanan dalam rangka liburan ke Banyuwangi. Saat itu kereta yang akan kami tumpangi berangkat pada pukul 05:15 WIB. Banyaknya penumpang yang memadati stasiun saat itu sontak menyita perhatian saya untuk melakukan pengamatan. Awalnya saya berharap dari pengamatan itu saya menemukan hal-hal yang menarik, positif, dan berfaedah untuk dijadikan topik pembahasan seperti penumpang mengntre sambil membaca buku, dsb. Namun ekspektasi saya meleset jauh. Dari pengamatan tersebut saya menemukan perilaku yang tidak sedap untuk dipandang. Dan perilaku tersebut benar-benar membuat saya resah.
Di pojok sudut pintu masuk stasiun, tampak segerombolan muda-mudi yang tengah asik bercanda di tengah jalan. Padahal jalan tersebut disediakan khusus untuk jalan mobil. Dan kebetulan saat itu ada dua sampai empat mobil yang jalannya terhalang oleh mereka. Anehnya mereka tidak menepi begitu walaupun diklakson. Kemudian akhirnya mereka menepi saat diperingatkan oleh petugas stasiun. Kejadian itu juga mengingatkan saya akan mahasiswi IAIN Jember yang hobinya saat berangkat ke kampus jalan menghalangi jalan kendaraan. Jadi seolah-olah bukan ada mobil lewat tetapi ada segerombolan manusia tak berotak yang akan lewat. Orang yang berotak akan menggunakan otaknya untuk berpikir sebelum bertindak atau melakukan sesuatu. Dari hal itu saya dapat belajar bahwa budaya orang Indonesia masih budaya lisan bukan tulisan. Jadi jangan kaget jika ada notice atau caution yang diabaikan begitu saja oleh orang Indonesia contohnya "buanglah sampah pada tempatnya, harap turun, dll. Ya bagaimana lagi, susah memang kalau setiap hari di rumah yang dimakan micin terus ya begitu jadinya.
Ada kejadian yang tidak kalah membuat saya resah yakni meludah di jalan di tengah keramaian pula. Oh tentu orang yang di sampingnya akan merasa jijik. Saya tidak tahu apa sebenarnya faedah meludah di jalan, lebih baik meludah itu di kamar mandi karena tempatnya ludah adalah di kamar mandi. Anehnya juga orang yang meludah enteng saja begitu seperti gak punya dosa. Di rumah kalau bon cabe yang dimakan terus ya begitu. Mbok ya berpikir, sudah dewasa kan sudah tahu kalau meludah di jalan itu tidak baik.
Pukul 05:00 WIB kereta api Rangga Jati jurusan Jember-Cirebon akan berangkat. Tetapi ternyata banyak juga orang yang masih datang terlambat ke stasiun. Akibatnya kereta yang harusnya berangkat jam 05:00 WIB molor lima menit. Ini membuktikan bahwa masih rendahnya kedisiplinan kita orang Indonesia. Di rumah tik tok mulu sih. Kalau di Kampus telat 15 menit masih dimaklumi dan dipersilahkan masuk. Di stasiun telat 15 menit, ditinggal kereta kita. Nanti kalau sudah ditinggal kereta mau nyalahin siapa? Bukan apa, kejadian terlambat begini bukan satu dua kali saya temui tetapi berkali-kali. Pasti nanti yang akan dirugikan juga adalah orang lain.
Tidak lama setelah itu penumpang kereta api Pandanwangi jurusan Jember-Banyuwangi dipersilahkan untuk antre sebelum masuk ke gerbong kereta. Semua benar antre, tetapi banyak yang antre tidak dari belakang dulu melainkan dari samping kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Nah itu contoh manusia tak berotak itu. Di rumah sabun mulu yang dimakan itu. Iya masak antre yang benar saja masih mau diajari. Dimana-mana antre itu harus dari belakang. Akibatnya orang lain yang dirugikan kembali. Bukan hanya itu, antre desel-deselan atau cepet-cepetan masuk itu juga tidak luput dari pengamatan saya. Ya maksudnya semua pasti kan akan masuk, tetapi masuknya secara tertib dengan cara mengantre.
Setelah melalui pemeriksaan tiket di pintu masuk stasiun, kami langsung menuju gerbong kereta. Ditengah-tengah perjalan kami, ada kaum hawa yang tengah asik selfi dan menghalangi jalan kami. Saya bilang "permisi mbak" tetapi tidak diperhatikan. Ya sudah saya bilang "pret kampret saya mau lewat, kalau mau selfi sana di tengah rel". Ya saya kesel sekali begitu karena mereka adalah mahasiswi (sengaja tidak saya sebut nama kampusnya) yang saya anggap manusia yang tahu. Eh ternyata tidak tahu di tahunya mereka. Ok kalau anak kecil saya anggap wajar lah. Maksudnya apa sih? Belum sampai tujuan sudah selfi begitu, mbok ya sadar di belakang banyak yang mau lewat. Jalan sudah sempit dihalangi pula. Di rumah yang dimakan autan terus ya repot.
Sampai di dalam gerbong kereta, keresahan saya tidak berhenti di sana. Ada beberapa muda-mudi yang wah ramai plus urakan saat mencari nomor tempat duduk mereka. Entah apa maksudnya urakan begitu saya tidak tahu yang pasti hal itu mengganggu kenyamanan kami. Di belakang mereka itu masih banyak yang mau duduk juga, tetapi mereka lama mencari nomor tempat duduk mereka. Padahal di tiketnya nomor tempat duduk beserta nomor gerbong sudah tertera jelas. Tidak dapat dipungkiri juga sih kalau budaya urakan ini masih melekat pada orang Indonesia. Entah ingin mencari eksistensi diri atau yang lain saya tidak tahu. Anehnya saat kereta jalan mereka masih mencari nomor tempat duduk mereka, batin saya "ini orang sebenarnya pernah naik kereta gak sih?" Di belakang mereka masih banyak yang berdiri karena terhalangi oleh mereka. Cilok mulu sih yang dimakan.
Pengamatan terakhir dari saya adalah saya melihat kurangnya keramahan pada diri muda-mudi Indonesia. Kebetulan saat itu saya satu gerbong dengan banyak sekali muda-mudi. Terus mana yang katanya Indonesia ramah? Mungkin mereka akan ramah jika saya adalah bule kali ya. Mereka pada asik dengan gedget mereka, ada yang dengerin lagu, main ML, dsb. Saya hanya bisa diam saat itu sembari melihat indahnya pemandangan di dalam kereta. Terlebih pengamatan saya saat berada di atas kereta api terbatas sekali.