Acara Kirim Doa yang Harus Jadi Renungan
Ba'da dhuhur tadi, saya menghadiri sebuah acara kirim doa yang diadakan di rumah Bapak Mistar, tetangga depan rumah saya. Awal mendengar bapak Mistar mengundang saya, saya bertanya-tanya "ada acara apa gerangan?" Saya baru tahu dari ibu saya bahwa bapak Mistar mengadakan acara sambung doa kepada arwah keluarganya yang telah meninggal dunia.
Jujur saya baru mengerti ternyata ada juga acara kirim doa untuk arwah yang telah meninggal dunia. Acara tersebut dihadiri hanya lima orang saja uniknya. Bapak Mistar sengaja tidak mengundang banyak orang saat itu. Namun saya dengar bahwa bapak Mistar rutin mengadakan acara tersebut setiap tahunnya, luar biasa sekali menurut saya. Dan bagi saya ini menjadi renungan.
Semua memang kembali pada niat masing-masing individu. Semampu apakah mereka, sekaya apakah mereka, kalau tidak ada niatan untuk mengadakan acara sambung doa ya sama saja nihil. Acaranya memang terdengar remeh, namun esensinya luar biasa. Dan itu menjadi renungan untuk saya dan sekeluarga khususnya.
Bagi saya acara sambung doa bisa saja dilakukan secara mandiri tanpa mengundang orang lain. Namun ini berbeda dengan Bapak Mistar. Beliau ternyata masih meneruskan adat istiadat para leluhurnya. Indah sekali Islam kalau begitu.
Di kampung saya rutin diadakan pengajian pada malam Jumat. Nah, itu yang menghadiri bapak-bapak. Biasanya di tengah-tengah pengajian, tuan rumah menyediakan secarik kertas berisikan nama-nama keluarga yang telah meninggal. Nah disitulah pemimpin pengajian diminta untuk sambung doa pada arwah keluarga yang telah meninggal dunia tersebut. Bapak Mistar pun sebetulnya juga bisa kirim doa di dalam acara pengajian malam Jumat tersebut. Namun beliau memilih untuk mengadakan acara sendiri. Sungguh luar biasa menurut saya. Dan patut untuk dicontoh.
Acara tersebut patut dicontoh karena acara sambung doa tersebut memiliki nilai-nilai penting dalam mempererat tali silaturahmi antar tetangga kanan kiri. Tujuannya agar tidak terjadi yang namanya kerenggangan hubungan dengan tetangga. Walaupun kecil-kecilan acaranya setidaknya tetap menjaga kerukunan antar tetangga. Bapak Mistar saja yang berasal dari keluarga kelas bawahmampu mengadakan acara demikian. Ironisnya mereka yang mampu enggan mengadakan acara semacam itu. Ya kembali pada niat menurut saya.