Ngaku-Ngaku dapat Tugas Magang dari Kampus: Seorang Pemuda Jualan Kapur Barus, Bulpoin, dan Kanebo
Hari Rabu kemarin, rumah kami kedatangan sosok pemuda yang menjual dagangannya. Dia menjual tiga jenis barang; bulpoin, kapur barus, dan kanebo. Dia menjual barang dagangannya dengan jalan kaki, dari rumah ke rumah begitu. Nah, yang membuat kami tidak habis pikir adalah dia mengaku mendapat tugas Magang dari kampusnya. Saat itu dia mengaku mendapat tugas jualan dari Universitas Muhammadiyah Mataram.
Kemudian dia mengaku kalau dagangannya tidak terjual semua, dia akan mendapatkan nilai jelek dari kampusnya, kan lucu itu. Sekarang pertanyaannya adalah kampus mana yang tega menyuruh mahasiswanya jualan sendiri jalan kaki begitu? Selain itu, jaraknya jauh juga, dari Mataram ke Jember. Kalau sama-sama jualan, kenapa gak diberi tugas untuk jualan di Mataram saja, kan enak dekat. Kenapa harus jauh-jauh sampai Jember? Itu sudah beda pulau loh. Kalau memang dapat tugas seperti itu dari kampus, harusnya dia menyertakan surat berisi keterangan bahwa dia mendapat izin untuk berjualan di kampung kami, entah itu mendapatkan surat izin dari Kecamatan, Kelurahan, maupun RT/RW. Nah kalau pemuda itu kan tidak, asal bunyi saja dapat tugas dari kampus begitu.
Saat itu saya tidak ada di rumah. Di rumah hanya ada kedua orang tua dan adik saya. Mendengar alasan pemuda tersebut bahwa dia mendapat tugas Magang dari kampus, ibu saya sebetulnya tidak percaya. Namun karena rasa iba, akhirnya ibu saya membeli barang dagangannya. Ibu saya saat itu membeli bulpoin. Satu packnya seharga dua belas ribu. Di toko Senyum Jember satu packnya itu hanya dijual delapan ribu. Ibu saya tahu kalau di toko Senyum lebih murah. Namun karena rasa iba tadi, ibu saya membelinya. Kasihan juga panas-panas kalau barang dagangan pemuda tersebut tidak laku.
Dilihat dari segi penampilan, pemuda tersebut memang benar mengenakan jas. Tapi tidak ada logo kampus di jasnya dia, kata ibu saya. Ibu saya sebetulnya curiga, tapi karena rasa iba tadi, akhirnya ibu saya membeli dagangannya. Terlebih lagi pemuda tersebut berkata kalau barang dagangannya tidak laku, dia akan mendapatkan nilai jelek dari kampusnya. Selain itu pemuda tersebut juga mengaku bahwa dia jualan dari pagi sampai siang, tidak ada satu pun yang membeli barang dagangannya.
Zaman virus covid begini, siapa juga yang butuh kanebo, kapur barus, dan bulpoin? Lagipula, bulpoinnya tidak dijual secara eceran (satu-satu) begitu. Di toko-toko dekat kampung kami juga banyak kalau hanya jualan bulpoin. Selain itu, pemuda tersebut jualan dan datang ke rumah kami ba'da dhuhur kira-kira jam setengah satuan. Siapa yang mau beli kalau begitu? Jualan kok di waktunya orang tidur? Itu dapat teori darimana saya juga gak tahu. Bohongnya kok tidak cerdas begitu.
Setelah ibu saya beli barang dagangannya dia, terjadilah perbincangan antara ibu dan pak de saya di depan rumah pak de. Pemuda tersebut awalnya juga mendatangi rumah pak de saya yang letaknya tidak jauh dari rumah kami. Tapi pak de saya gak beli barang dagangannya dia. Nah karena tidak dibeli, pemuda tersebut pindah menawarkan dagangannya ke rumah kami yang tak jauh dari rumah pak de. Dari perbincangan itu, timbul lah ketidakpercayaan antara ibu dan pak de saya. Pak de saya ini bekerja di Universitas Muhammadiyah Jember. Begitu mendengar ada mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Mataram tadi, pak de meminta KTM dia, dan dia tidak dapat menunjukkan KTM-nya. Nah dari sini, pak de sudah tahu kalau pemuda ini berbohong. Karena itu pak de saya gak jadi beli dagangannya.
Hari Jum'at kemarin, ada pemuda lagi yang menjual barang dagangannya sama seperti pemuda sebelumnya, sebut saja pemuda B. Kali ini pemuda B tidak mengaku mendapat tugas dari kampus. Pak de saya menginterogasi pemuda B ini, dan ternyata dia mengaku berasal dari Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Pak de saya masih curiga dan tidak percaya kalau dia berasal dari Arjasa. Setelah ditanya-tanya soal tempat tinggal dia, pada klimaksnya si pemuda merasa kebingungan. Pak de saya tanya "kamu Arjasa mana?". Si pemuda jawab "Arjasa C dekatnya D terus masuk". Pak de saya tanya "mananya E?". Sampai sini pemuda B tidak mampu menjawab lagi karena tidak hapal daerah Arjasa, tempat asalnya sendiri. Si pemuda terlihat kebingungan terlihat jelas dari raut wajahnya.
Nah, kebetulan setelah pulang dari pangkas rambut, saya melihat bu de dan pak de saya berbincang dengan seorang pemuda B tadi. Saya dengar isi perbicangan mereka. Mendengar perbincangan itu kok lucu sekali begitu. Si penjual bilang "ini buk kanebo serba guna, bisa untuk mengelap kaca, sepeda motor, mobil". Batin saya, kan memang seperti itu lah fungsi kanebo. Digunakan untuk lap sayap pesawat terbang juga bisa kan haha. Ada-ada saja penjualnya. Yang paling tidak suka adalah cara mengibanya dia. Gak jauh berbeda dengan peminta sumbangan mohon maaf. Pemuda tersebut berkata "ayo buk dibeli buk, ibu gak kasihan sama saya? Saya dari tadi pagi jualan gak ada yang beli buk". Setelah dibeli barang dagangannya, si penjual mendoakan pembeli "semoga ibu diberikan panjang umur, dilancarkan rezekinya" dan seterusnya. Peminta sumbangan juga demikian bukan?
Pak de saya saat itu mengingatkan pemuda tersebut kalau dua hari yang lalu ada pemuda yang juga menjual barang dagangan yang sama dengan barang dagangan dia. Dan pemuda yang dimaksud oleh pak de, mengaku mendapat tugas Magang dari Universitas Muhammadiyah Mataram. Ditanyalah pemuda ini "kamu kenal kan sama dia?". Dia jawab gak kenal. Nah darisini muncullah raut wajah keheranan dan ketakutan dari si penjual satu ini.
Nah, kemudian pak de memanggil saya untuk menunjukkan bulpoin yang saya beli dari pemuda sebelumnya. Saya perlihatkan ke pemuda B yang mengaku dari Arjasa ini. Semakin keheranan dia. Dari sini pak de saya memprediksikan bahwa dua hari ke depan akan ada penjual yang menjual produk yang sama dengan wajah yang berbeda. Mereka itu tidak mungkin bergerak sendirian, melainkan bergerak secara berkelompok dan terorganisir tutur pak de saya.
Kalau hendak berjualan, ya silahkan berjualan saja. Tidak perlu lah kita ini bohong, bahkan sampai mengatasnamakan nama kampus atau lembaga. Yang dikhawatirkan nanti adalah citra kampus yang diakuinya kan tidak baik kedepan begitu. Kami semua disini berprasangka tidak baik sudah dengan dua pemuda tersebut. Dan kami tahu kalau mereka berbohong. Kalau memang jujur dari awal, dia akan sertakan bukti tertulis. Tapi yang namanya manusia, kami diberi hati nurani. Kami juga merasa kasihan dengan kedua pemuda tersebut yang mengaku jualan dari pagi sampai siang gak laku-laku dagangannya. Rasanya jatuhnya disini bukan jualan produk, tetapi jualan rasa kasihan hehe. Kembali lagi untuk dijadikan pelajaran bagi kita semua.