Tadi Sore
Sore tadi pukul 16:30 WIB, saya pergi ke pom bensin. Setelah itu mampir beli spirtus di apotek. Kemudian diajak adik beli cilok di depan apotek tersebut. Nah, ada kejadian lucu saat saya membeli cilok tadi.
Di tengah-tengah antre, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang mendahului antrean. Beli cilok cuma tiga ribu songongnya kelewatan. "mas mas cilok campur, tahunya enak gak itu mas? gorengannya sedikit mas, kuahnya jangan banyak-banyak, hoops hoops mas kebanyakan kurangi mas" tai kucing lah. Yang membuat saya tertawa adalah ibu tersebut mengambil bumbu kacang di tempat yang jauh dari jangkauan dia, padahal di dekat dia bumbu kacang sudah tersedia. Batin saya " apa beda rasanya ya? Kan sama-sama bumbu kacang". Haduh alaynya itu loh kebablasan. "mas-mas talikan ciloknya". Ditali sendiri kan bisa ya Allah.
Kemudian ada mas-mas disamping saya beli cilok. Setelah dilayani ternyata masnya tidak mau membayar. Masnya bilang kalau dia sudah bayar. Saya pun juga tidak tahu mas tersebut sudah bayar atau belum karena dia datang sebelum saya. Tetapi kalau saya coba telaah, mana ada orang bayar sebelum dilayani? Padahal tadi yang beli cilok lumayan banyak loh. Sepengetahuan saya, saya tidak melihat mas tersebut bayar. Kang ciloknya juga tidak merasa menerima uang dari masnya. Nah setelah masnya pergi. Ada perbincangan kecil antara saya dan kang ciloknya. Memang betul mas tersebut belum bayar kata kang cilok tersebut. Kang cilok cuma bisa sabar dan berprasangka mungkin mas yang tadi lupa. Tapi kalau melihat gaya bicara masnya tadi, masnya terlihat jelas berbohong kok, memang dia belum bayar. Saya gak melihat dia bayar atau naruh uang di gerobak cilok. Aduhh ada-ada saja beli cilok lima ribu gak mau bayar.
Setelah itu, saya masuk ke Indomaret dekat apotek. Ya saya beli-beli cemilan saja. Begitu saya bayar ke kasir, ada bapak-bapak memborong bear brand. Saya sih tidak masalah dengan itu. Cuma yang jadi masalah adalah bapak tersebut batuk-batuk dan tidak menggunakan masker. Kami semua yang ada di sekitarnya jadi risih. Harusnya kalau di tempat seperti Indomaret begitu menggunakan masker mengingat bapak sakit batuk. Selain itu bapak tersebut batuk tidak menutup mulut. Aduh bapak ini batin saya.
Keluar dari Indomaret, saya berbincang dengan adik saya. Apa benar mas yang beli cilok tadi tidak bayar? Adik saya bilang memang tidak bayar. Gak mungkin dong anak kecil berbohong dalam hati saya. Oh ya sudah berarti masnya bohong begitu. Bersamaan dengan itu, di arah Utara saya melihat segerombolan laki-laki dan perempuan sedang rapat paripurna (nongkrong gak jelas) di depan stadion Notohadinegoro. Saya perhatikan siapa mereka, siapa tahu mereka tetangga saya. Kalau memang betul tetangga saya, saya suruh mereka pulang. Lagian ngapain nongkrong gak jelas gak tahu malu setan-setan itu. Ya mengingat waktu sudah menjelang Maghrib. Apa gak mau pulang mandi, nyusun Lego, atau apa begitu.
Saya perhatikan ternyata laki-lakinya gak bener semua (brandalan). Punya sepeda dibongkar semua. Gak tahu otaknya sudah dibongkar apa belum. Saya perhatikan saja sebentar. Tidak lama kemudian mereka pulang. Nah dari sini saya jadi tahu miris sekali moral penerus bangsa ini. Yang laki-laki bonceng dua penumpang, di tengah perempuan, di belakang laki-laki. Yang saya kesalkan adalah kenapa perempuannya mau dihimpit begitu. Lagian ngapain nongkrong gak jelas di depan stadion itu. Lebih baik bubar saja untuk mengurangi kecurigaan orang lain yang melihat. Mana lagi yang nongkrong lawan jenis juga, kalau sesama jenis masih bisa diterima mungkin. Aduh miris sekali. Mau ngapain? Pacaran? Gak ada hakekat pacaran, komitmen-komitmenan itu gak ada, kalau mau nikah saja. Pacaran itu ada nanti setelah nikah (pacaran dengan suami atau istri halalnya). Tapi orang pacaran kalau diingatkan untuk tidak berpacaran gak akan mau, saya sudah mencobanya. Mereka cenderung melakukan sebuah pembelaan diri "pacaran itu normal" katanya. Bukannya apa, saya sudah mempelajari apa itu pacaran menggunakan metode berpikir filsafat, dan hasilnya memang betul tidak ada pacaran itu. Disini saya gak bermaksud mengintimidasi mereka yang berpacaran. Itu hak mereka saya gak mau repot gitu saja. Mau pacaran, ngaduk semen, beli cilok gak bayar terserah mereka.
Setiba di rumah saya berbincang-bincang dengan keluarga. Membahas pengalaman yang kami temui tadi. Sudah menjadi hal biasa di keluarga kami, kalau ada sesuatu di jalan pasti cerita di dalam rumah. Tidak terasa tarhim Maghrib sudah berbunyi. Namun disini, ternyata saya sakit perut dan mau BAB. Mau BAB di rumah sendiri takut karena ada ular tadi sore. Ya sudah saya BAB di rumah kakek yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Nah ini part yang paling menarik dan ajaib menurut saya. Saya yakin pembaca akan banyak memetik pelajaran.
Begitu adzan dikumandangkan, saya masih belum selesai BAB di rumah kakek saya. Saya sudah memiliki pikiran "Halah sholat di rumah saja sudah, izin dulu gak jamaah". Tapi terus terang hati saya berkata mau berjamaah. Terjadilah konflik batin disini. "Jamaah nggak ya?" Disini hati saya yang menang. Pokonya saya harus jamaah, jamaah dan jamaah. Sayang kalau gak jamaah karena pahalanya lebih banyak daripada sholat sendiri. Akan tetapi saya masih belum selesai BAB masalahnya. Perut saya sakit sekali, kotorannya masih mampet gak mau keluar gimana ya. Setan goda saya "sholat di rumah saja, gak akan sempat ke masjid, selain itu sepeda motormu masih belum dimasukkan ke gudang itu". Saya tetap tenang di dalam kamar mandi dan ikhlas sudah kalau saya telat, walaupun hati sebetulnya gak terima. Gak enak kalau gak sholat jamaah, rasanya ada yang hilang begitu. Singkat cerita saya selesai BAB dan pergi ke rumah. Adzan sudah selesai dan di masjid masih membaca puji-pujian (sholawat nabi biasanya)
Sampai di rumah saya membuka pintu yang telah dikunci. Semua keluarga saya rupanya sudah berangkat ke masjid semua. Dalam benak saya "haduh gak sempat sepertinya ini". Saya buka pintu rumah dan membuka pintu gudang dari dalam rumah. Kemudian saya masukkan sepeda motor ke gudang. Tidak hanya itu, saya masih sibuk menaruh sebuah balok kayu dan lap kain untuk menutupi selah-selah bawah pintu, khawatir kalau ada ular masuk lewat sana. Tidak terasa sudah iqomah. Saya belum apa-apa, ganti baju belum, wudhu juga belum. Belum lagi jalannya ke masjid.
Kendati demikian, yang ada di benak saya itu "jamaah, jamaah, nutut, nutut, jamaah bisa". Saya masuk kamar, memakai sarung dan baju muslim saya. Belum lagi saya lama mencari kopiah saya sialan. Saya pergi ke masjid tutup dan kunci pintu dengan buru-buru. Kemudian saya ambil wudhu di sumur lewat samping rumah saya. Jalan ke masjid dengan sesegera mungkin tapi gak lari. Begitu melihat masjid, terdengar imam sedang membaca Qur'an surah At Takatsur. Saya masuk masjid dan tepat saya sama sekali tidak ketinggalan rakaat sholat. Luar biasa sekali begitu. Rasanya gak bisa diukur oleh akal. Saya kira saya telat atau ketinggalan rakaat dalam sholat, ternyata tidak. Pembaca bisa mengambil pelajaranya darisini tanpa saya jelaskan.
Menurut akal, seharusnya saya telat itu. Jelas telat sekali. Atau mungkin tertinggal dua rakaat. Wong saya yang masukkan sepeda motor di gudang, itu sudah iqomah. Saya ganti baju dan pakai sarung, sholat sudah dimulai. Masih belum ambil wudhu saya itu. Belum lagi masih mau jalan ke masjid. Rasanya aneh begitu loh. Sulit dipercaya, rasanya waktu bergerak lambat supaya saya tiba tepat waktu di masjid. Dan lagi, ternyata Imam sholatnya adalah pak Slamet Muka. Beliau sudah lama begitu gak jadi imam sholat jamaah di masjid. Kalau beliau yang jadi imam memang terkesan lambat sih daripada biasanya. Biasanya yang mimpin sholat jamaah itu mas Dedi, cak Wan atau mas Santoso yang terkesan cepat. Tadi tidak, tadi pak Slamet Muk yang mimpin sholat jamaah karena mas Dedi, cak Wan, dan Mas Santoso gak hadir dalam jamaah. Kok bisa tiga-tiganya gak hadir begitu ya? Kompakan begitu gak hadirnya. Akal saya tidak sampai ke arah sana. Itu rahasia Allah lah. Yang jelas dalam hal ini, saya tepat waktu datang ke masjid (tidak ketinggalan rakaat sholat). Ajaib sekali menurut saya.
Tulisan ini ditulis karena pada bulan Agustus ini, saya masih belum berhasil post satu pun tulisan saya. Kalau ditanya menulis, saya sudah menulis, namun belum selesai. Mengingat sekarang akhir bulan Agustus juga. Jadi saya rampungkan tulisan ini. Selain itu, tulisan ini tidak berat untuk ditulis. Gak harus lihat sumber internet, buku, dan lain sebagainya. Jadi saya rasa cukup lah ditulis. Tujuannya yaitu supaya bulan ini ada lah walaupun satu tulisan yang berhasil saya post di blog saya. Itu target saya juga sih. Saya gak mau target saya tidak terpenuhi. Besok sudah bulan baru begitu. Jadi saya mohon maaf kiranya dalam tulisan ini saya terkesan memaksakan diri. Atau mungkin tulisan ini tidak layak untuk dibaca. Atau mungkin ada yang berpikiran seorang Galuh tidak pantas menulis tulisan receh seperti ini. Judulnya saja terlihat gak jelas dan gak niat begitu. Saya mohon maaf dan terima kasih.