Gitu Saja Kok Repot

       Barusan saya mengantarkan adik sekaligus sepupu mengumpulkan tugas di sekolahnya (SMPN 10 Jember). Begitu selesai dikumpulkan, setelah itu langsung pulang. Persiapan mulai dari bangun tidur sampai pergi ke sekolah, membutuhkan waktu hampir satu jam. Begitu mengumpulkan tugas, tidak sampai memakan waktu satu menit. Tugasnya diserahkan ke gurunya, setalah itu pulang sudah. Untungnya jarak rumah ke sekolah hanya 500 meter saja. Menurut anda ini mempermudah atau mempersulit? Menurut saya mempersulit. 
       Di tengah-tengah canggihnya teknologi, kenapa guru tidak meminta siswanya mengirim tugasnya via email, wa (umumnya), atau yang lain? Menurut saya itu mempermudah siswa sekali. Saya bertanya-tanya "terus apa gunanya smartphone?" begitu. Buang saja smartphonenya. Kalau ada yang mudah, kenapa minta yang susah. Kasihan siswanya yang jalan kaki itu loh.   
      Repot sekali menurut saya. Haduh tugasnya loh tidak sampai satu lembar buku tulis. Tidak sampai setengah lembar juga. Datang ke sekolah cuma mengumpulkan satu lembar kertas saja. Habis itu pulang sudah, kan lucu. Sebelum disuruh pulang, kasihlah ilmu sedikit lah. Lima menit diberi nasehat, saran kah apa. Ditanya kabar siswanya lah minimal begitu. Tidak ada ini, siswanya langsung disuruh pulang. Takut menimbulkan kerumunan? Ya kumpulkan via wa saja kalau begitu, kan mudah itu. 
         Bingung saya semakin kemari. Orang Indonesia suka repot begitu. Apa pun dibuat repot oleh mereka. Vaksin kemarin juga repot itu proses pendaftarannya. Saya gak ngerti, apa pun yang berhubungan dengan administrasi dan birokrasi musti dibuat repot terlebih dahulu oleh orang di negara ini. Kira-kira kenapa ya? Memang suka repot orang kita ini. Kalau kami yang butuh ini, mintanya tentu yang mudah lah. Tapi mereka yang dimintai kebutuhan atau pertolongan memberikan proses yang rumit kepada kami, yang repot, susah, terakhir lama begitu biasanya. Makanya tidak salah kalau gusdur berkata "gitu saja kok repot". 
        Setelah saya perhatikan, ternyata guru yang memberikan tugas kepada adik saya adalah guru PPL dari Universitas Jember. Batin saya "pantesan". Karena selama ini belum pernah guru di SMP adik saya memberikan tugas kemudian dikumpulkan di sekolah langsung. Maksud saya, kalau memang memberikan tugas kemudian dikumpulkan ke sekolah. Tugasnya jangan seperti anak TK begitu, sedikit sekali tugasnya itu. Masa gak sampai setengah lembar ini tugas adik saya. Tugas macam apa itu. Lucu sekali menurut saya. Kasihan siswanya khususnya yang rumahnya jauh dari sekolah. Kemudian kasihan juga dengan siswa yang tidak ada kendaraan, terpaksa mereka harus jalan kaki ke sekolahnya.  Sampai sana selesai ngumpulkan tugas disuruh pulang. Minimal ditanya lah siswanya "gimana tugasnya? Sulit gak? Ada yang gak bisa? Coba nomer berapa yang gak bisa? Biar saya bantu ya?" Mahasiswanya hanya bilang terima kasih saja saya dengar. 
         Tempat pengumpulan tugas tadi di masjid SMPN 10 Jember. Saya juga ikut masuk mengingat letak masjid dekat dengan tempat parkir sepeda. Satpamnya juga mengizinkan saya untuk masuk ya sudah. Berangkat jam delapan pagi, sampai di masjid tadi sepi sekali. Cuma ada seorang mahasiswa PPL laki-laki saja di luar masjid. Nah, tugasnya diserahkan ke mahasiswa tersebut. Saya heran apa dia sudah dapat acc dari guru pamongnya membiarkan siswa mengumpulkan tugas di sekolah? Apa dia dapat tugas dari guru pamongnya begitu. Guru pamongnya titip supaya hasil pekerjaan siswanya dikumpulkan ke dia dulu misalnya kemudian dikumpulkan ke guru pamongnya. Tapi setelah saya tanya adik saya, tugas tersebut murni dari kakak mahasiswanya. 
       Adik saya kelas 7H, sepupu saya kelas 7D. Bisa dikatakan siswa yang datang ke sekolah tidak sedikit. Menurut informasi dari adik saya, semua kelas 7 wajib mengumpulkan tugas di sekolah. Berarti kelas 7A sampai 7H harus datang mengumpulkan tugas ke sekolah itu. Satu kelas berjumlah 36 siswa. Bisa dihitung sendiri, berapa siswa nanti yang datang ke sekolah, 36 x 8 sudah. Saya pribadi kasihan sekali begitu. Kok tega mahasiswanya itu. Adik dan sepupu saya cuma bisa nurut saja sembari berkata "gila itu". Kalau saya yang jadi mereka tidak akan mau ke sekolah saya. Pekerjaan yang goblok menurut saya itu. 
       Saya juga pernah menjadi mahasiswa PPL di salah satu sekolah menengah atas di Jember. Saya turut mengerti apa yang mahasiswa di sekolah adik saya rasakan. Saya mencoba berspekulasi seandainya tugas dikirim via medsos, mungkin ya yang mengumpulkan sedikit. Karena itu mahasiswa tersebut punya inisiatif supaya tugas di kumpulkan ke sekolah saja. Menurut saya ini lucu sekali. Kalau memang lewat medsos, kemudian siswanya tidak ada yang mengumpulkan, ya untuk sementara kosongkan dulu nilainya. Untuk apa sampai dikumpulkan di sekolah tugasnya ya? Kalau mengumpulkan ulangan semester atau harian dan mengambil ijazah, masih bisa diterima oleh akal sih. Ini ulangan bukan, tugasnya juga sedikit, eh dikumpulkan di sekolah.
       Untuk apa? Untuk laporan individu? Saya rasa bisa lewat medsos. Kemudian di-scan sudah. Gitu saja kok repot. Terlebih lagi sekarang musimnya covid juga. Masa tidak ada belas kasihan sedikit kepada siswanya. Ya tapi kalau dilihat, mahasiswanya punya kuasa disini. Orang yang punya kuasa dapat memberikan ancaman. Jadi mereka semua siswa kelas 7 mau tidak mau harus mengumpulkan tugasnya di sekolah. Agar dapat pahala nanti, ya kan? 
        Saya tidak mengerti apa yang ada di benak mahasiswa PPL tersebut. Apa punya rasa kemanusiaan dia ya? Kalau memang punya, dia biasanya peka dan bisa merasakan sebelum memberi tugas itu. Jadi gak asal ngasih tugas begitu. Lagi pula tugasnya loh sedikit sekali. Ayo lah, saya juga pernah jadi mahasiswa PPL. Mahasiswa ini kan nanti bakal jadi calon guru, kasihanilah siswa-siswinya. Yang rumahnya dekat enak, yang rumahnya jauh kasihan. Walaupun menggunakan sistem zona, anda pikir rumah siswa dekat 500 meter semua begitu? Ya tidak lah. Kemudian kasihan yang tidak ada kendaraan juga. Terpaksa harus jalan kaki ke sekolah. Ayo lah berpikir yang bijak sedikit. Jangan sok kuasa, masih PPL saja gak usah belagu. Yang punya rasa kemanusiaan dikit gitu loh. 

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?