Sebuah Usulan: Bagaimana Jadinya Jika Kemerdekaan NKRI Disambut dengan Program Indonesia Tempo Kolonialisme Dulu
Dalam memperingati hari kemerdekaan NKRI, kerap sekali diadakan berbagai macam lomba. Ada yang namanya lomba balap karung, makan kerupuk, memasukkan paku dalam botol, lari kelereng, dan lain sebagainya. Hal itu dilaksanakan bukan tanpa tujuan semata. Tentu dibalik semua itu ada tujuannya. Salah satu tujuannya yang saya tahu adalah meramaikan dan memeriahkan hari jadi kemerdekaan NKRI. Namun yang terpenting adalah kegiatan atau lomba tersebut mampu menanamkan nilai-nilai perjuangan, patriotisme, dan nasionalisme. Pertanyaannya, apakah lomba-lomba tersebut dapat memupuk semangat juang? Apakah dapat menanamkan nilai-nilai perjuangan dan nasionalisme? Kalau cuma sekedar ikut lomba begitu ya sama saja. Tidak ada goal yang tersirat kan berarti.
Berdasarkan uraian di atas, saya bertanya-tanya, apakah mereka yang mengikuti serangkaian lomba itu betul-betul dapat meresapi nilai-nilai perjuangan? Saya rasa tidak ada itu, asal berpartisipasi saja saya kira. Kalau pun dapat meresapi, saya rasa gak banyak orang yang dapat meresapi arti dari sebuah perjuangan. Lebih ke meramaikan dan memeriahkan acara saja itu. Lah kenapa saya bisa berkata demikian? Karena saya juga mengalaminya. Ketika ada lomba 17 Agustus, saya selalu ikut. Kalau saya gak ikut, nanti sedikit yang ikut. Gak ramai kan itu artinya. Makanya saya ikut untuk meramaikan. Tapi terus terang, kalau lombanya itu-itu saja bosan juga. Kendati demikian, saya tetap berpartisipasi mengikuti lomba 17 Agustusan.
Saya sendiri pun tidak tahu main purpose dari adanya lomba-lomba itu. Yang saya tahu adalah memeriahkan dan meramaikan kemerdekaan saja, agar tidak kalah ramai dan meriah dari RT sebelah. Aduh gengsi kalau kalah meriah dong. Selain itu juga kegiatan tersebut berguna untuk mengisi kemerdekaan NKRI. Memang mau diisi apa kalau tidak diisi dengan kegiatan seperti lomba, kerja bakti, dan pentas seni? Diisi seminar kemerdekaan?
Saya jadi berpikir kembali, kira-kira apa ya suatu kegiatan yang dapat menanamkan arti perjuangan dalam benak orang Indonesia? Supaya kami-kami ini tahu bagaimana sih rasanya dijajah, bagaimana sih rasanya saat negara ini belum merdeka. Itu yang ingin saya rasakan. Tetangga saya, bernama pak Kasno yang usianya mencapai 90 tahun lebih, mau 17 Agustus atau tidak, di rumahnya berdiri tegak tiang bendera. Ya tentu dengan benderanya juga dong. Saya rasa beliau lah yang mengerti susah pahitnya perjuangan Indonesia melawan kolonialisme asing dulu. Karena itu saya coba mengusulkan supaya dalam menyambut kemerdekaan NKRI ini, diadakan sebuah program Indonesia tempo kolonialisme dulu. Walaupun tidak sama, setidaknya mirip lah begitu.
Dalam kegiatan ini, jadi nanti orang Indonesia diminta untuk berpakaian ala kadarnya. Kalau bisa memakai pakaian tempo kolonialisme dulu lebih bagus. Tujuannya supaya benar-benar dapat menghayati bagaimana perjuangan bangsa kita melawan penjajah. Karena penghayatan seperti ini tidak bisa diperoleh di sekolah. Tentu susah sekali karena zaman itu kita belum lahir. Kita tahunya hanya dari film, buku sejarah, dan cerita orang-orang yang hidup di zaman itu. Kemudian, untuk makan kita cukup makan seperti pada zaman kolonialisme dulu. Kata kakek saya yang sekarang berusia 79 tahun, zaman Belanda, orang Indonesia makan singkong saja. Selebihnya mereka berpuasa. Kalau program ini berjalan, wah bagus menurut saya, saya juga ikut senang karena usulan saya diterima.
Semenjak covid 19 melanda Negeri ini, tidak banyak daerah yang menyambut kemerdekaan dengan serangkaian acara seperti lomba, kerja bakti, pentas seni, atau jalan santai begitu. Di kampung saya, acaranya hanya meletakkan lampu kelap-kelip di depan rumah. Kemudian membentangkan bendera kecil-kecil dari kertas layangan. Bendera tersebut diikiat dari satu rumah ke rumah yang lain. Ada pun yang paling menjengkelkan adalah kegiatan anak-anak sekolah dalam menyambut kemerdekaan NKRI. Yaitu foto selfie dengan background pamflet kemerdekaan NKRI. Yang membuat saya kesal itu fotonya dimodel-model atau banyak tingkah begitu. Tidak cantik dan ganteng, justru jelek menurut saya. Manalagi captionnya sama semua. Ya mana bisa meresapi arti perjuangan kalau begitu. Tanggal 19 Agustus, dihapus semua sudah postingannya.
Kalau meramaikan dengan serangkaian kegiatan seperti lomba, kerja bakti, dan pentas seni itu bagus. Tujuannya agar ramai sehingga hari-hari menuju 17 Agustus itu tidak kosong. Tapi usulan saya itu perlu dicoba hehe. Kalau kita mengedepankan makna simbolik saja, tidak perlu dicoba usulan saya tidak mengapa. Namun kalau kita mengedepankan makna nilai (perjuangan, nasionalisme, dan patriotisme), tidak ada salahnya kalau usulan saya dicoba. Dicoba di kampung anda semua tidak apa-apa. Bagaimana kita tahu pahitnya perjuangan dalam menghadapi bangsa kolonial, kalau kita sendiri belum pernah hidup di zaman kolonial? Ya nanti gampang, orang Belanda nya dari orang kita saja.
Saya rasa perlu sekali diadakan program Indonesia Tempo kolonialisme dulu. Nanti situasinya dibuat seperti dulu. Pakaiannya ya pakaian zaman dulu. Mudah sekali itu, buat sendiri bisa. Yang laki-laki cukup pakai celana saja, gak usah pakai baju. Yang perempuan pakai kebaya zaman dulu bisa tapi gak usah pake dandan segala. Kampung kita dibuat seperti nuansa zaman penjajahan. Gak perlu ada tank juga gak apa-apa kok. Program ini dilaksanakan selama dua hari juga bisa. Anak-anak kecil saya yakin nangis itu kalau seandainya program ini berjalan. Bagus kalau program ini berjalan, karena tidak akan ada yang namanya perbedaan stratifikasi sosial. Baik miskin atau pun kaya tetap sama-sama dijajah. Sama-sama juga memakai pakaian dan makan makanan saat zaman kolonialisme dulu. Saya yakin anak-anak kecil mudah sekali menyerap makna dibalik program ini. Ya jelas, kehidupannya dan kampungnya dibuat semirip mungkin seperti zaman kolonialisme dulu. Saya yakin tidak akan ada kendaraan lalu lalang masuk kampung. Yang ada mungkin sepeda zaman dulu.
Tentu untuk menjalankan program ini perlu diadakan rapat terlebih dahulu. Diperlukan pertimbangan dan persiapan dulu. Makan biaya banyak atau tidak kira-kira. Tapi seandainya berjalan bagus juga kok. Jangan kalah dengan anak teater di kampus saya. Dulu saat ospek, acara yang disuguhkan di lapangan adalah perjuangan bangsa Indonesia menghadapi penjajah. Kalau teater begitu, tentu ada teks narasinya ya. Kalau program usulan saya ini tidak. Saya kira pembaca dapat mengetahui seperti apa itu program Indonesia tempo kolonialisme dulu? Gak berbeda jauh kok dengan program Malang tempo dulu.
Kalau program ini berjalan, saya yakin orang-orang gak akan ada yang main hp atau main alat elektronik yang lain. Enak kan kalau begitu? Anak-anak gak main hp. Hal itu akan membuat permainan tradisional kita dulu bisa hidup kembali. Orang-orang dewasa saling bertegur sapa, enak sekali dilihat. Saya yakin kerukunan akan semakin erat kalau seandainya program ini berjalan. Wong hari santri saja, di kampus saya itu cara memperingatinya adalah kita berpakaian ala santri. Ke kampus itu untuk mahasiswa yang laki-laki memakai baju muslim dan sarung. Dosen laki-laki pun juga demikian, ada juga yang menggunakan terompah. Masa hari besar kemerdekaan NKRI tidak bisa mengadakan program Indonesia tempo kolonialisme dulu. Gampang kalau gak berhasil programnya, nanti kan ada evaluasi.
Jujur teman-teman, saya benar-benar ingin merasakan sulitnya bangsa ini merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Saya ingin merasakan seperti apa sih nuansa zaman penjajahan itu. Orang-orang goblok itu selalu berkata kepada saya "enak kita hidup di zaman sekarang, semuanya serba ada, makan ya tinggal makan, coba kalau kita hidup di zaman penjajahan, waduh bisa mati kita". Mereka yang ngomong seperti itu gak ngerti konsep kebebasan. Kebebasan itu kan ada tiga. Pertama kemerdekaan (independence), Liberty, dan Freedom. Meraka itu gak sadar bahwasanya kita manusia ini belum merdeka seutuhnya. Lah merdeka seutuhnya gimana wong kita tinggal di sebuah negara. Di dalam negara ada hukum yang mengatur bahwa kita gak boleh mencuri, gak boleh membunuh, gak boleh memakai obat-obatan terlarang, dan lain-lain. Tidak bebas kan berarti? Apalagi sekarang ada yang namanya UU ITE.
Saya cuma bisa berharap semoga usulan saya ini bisa diterima. Toh gak ada jeleknya juga bagi kita semua. Kalau memang usulan ini diterima dan kemudian berjalan. Alangkah senangnya diri saya. Sekarang saya cuma bisa bertanya sembari membayangkan bagaimana jadinya jika kemerdekaan NKRI disambut dengan program atau kegiatan Indonesia tempo kolonialisme dulu? Tentu acara ini harus dilakukan secara serentak, kalau bisa se-Indonesia, minimal disetujui oleh bupati lah. Karena kalau gak gitu nanti kan bentrok dengan orang-orang yang kebetulan bekerja di kantor, bekerja di sawah, anak-anak yang harus mengikuti daring, dan sebagainya. Ya bisa sih diadakan di hari Minggu itu. Tapi ya gak semua orang libur kerja di hari Minggu. Ya saya cuma bisa berharap semoga terlaksana lah program ini. Saya kembalikan lagi kepada yang punya kekuasaan mutlak di Negeri ini.