Fenomena Lucu: Soal PTS PAI yang Tak Serasi
Entah apa yang ada di benak guru PAI, sampai membuat soal yang memakan kertas banyak. 10 lembar kertas bayangkan. Saat rapat kemarin kemana saja beliau? Padahal saat rapat sudah dijelaskan bahwa format soal untuk kelas rendah adalah isian (titik-titik) dan berjumlah 20 soal sedangkan kelas atas isian 25 soal. Tetapi ini ada soal PAI pilihan ganda dan berjumlah 50 soal terdiri dari 8 hingga10 lembar. Kacau guru PAI yang satu ini.
Guru PAI tersebut memegang tujuh kelas. Masing-masing kelas terdiri dari 28-35 siswa. 35 siswa itu yang kelas 6. Dikali saja sudah berapa lembar kertas yang terbuang sia-sia. Sayang sekali, kertas-kertas itu juga nantinya bermanfaat untuk mencetak sesuatu yang lain, tidak hanya untuk soal PAI itu saja. Padahal kalau memang mau diedit soal itu menjadi sedikit lembarannya bisa. Tetapi sudah terlambat karena soal sudah tercetak. Pak Guntoro datang menemui saya sambil mengeluh soal PAI paling banyak sendiri, 10 lembar kata beliau. Saya kaget awalnya mengingat soal PTS bahasa Inggris buatan saya hanya terdiri dari satu lembar saja. Dan ternyata setelah saya lihat memang benar, bahwa soal PTS PAI memakan banyak kertas. Kan sayang sekali begitu menurut saya.
Kejadian ini membawa diri saya untuk curhat ke guru-guru. Dan ternyata guru-guru juga merasakan hal yang sama dengan saya. Beliau semua pada ngeluh begitu. Mengapa tidak diedit saja dijadikan dua kolom. Kan bisa sih. Setidaknya mengurangi pemakaian banyak kertas. Mungkin hanya memakan kertas 4 sampai 5 lembar saja. Memang semua kertas itu ditanggung dana BOS. Tetapi pengeluaran dana tersebut kan bukan hanya untuk kertas-kertas itu saja. Mubazir kertas menurut saya.
Saya menyampaikan keluhan saya ke Bu Sri. Beliau bilang memang guru PAI tersebut egois dan ingin menangnya sendiri. Dari dulu sudah begitu sambung beliau. Bahkan semenjak guru PAI tersebut pernah menjabat sebagai kepala sekolah, beliau ingin membelikan masing-masing guru laptop menggunakan dana BOS. Jelas Bu Sri tidak setuju karena dana tersebut demi kemaslahatan siswa bukan guru. Kalau diperuntukkan beli LCD Projektor tidak masalah, kan untuk menunjang KBM di dalam kelas. Atau diperuntukkan beli yang lain khususnya untuk kebutuhan siswa belajar. Beli bola, matras untuk kegiatan olahraga, dan lain sebagainya. Kalau guru, tidak perlu lah dibelikan laptop satu-satu. Sayang sekali uangnya. Jumlah guru ada 22. 22 dikali 7 jutaan (harga umum laptop). Kan dholim ini namanya. Tidak menyangka padahal beliau guru PAI tetapi keputusannya sangat kontroversial. Ya begitu Bu Sri menyambung bahwa beliau dengan guru PAI konflik terus. Berseberangan lah pemikirannya.
Setiap saya bertemu dengan guru kelas atas, saya selalu menyampaikan masalah lembar soal PAI tersebut. Karena menurut saya lucu sekali begitu. Masa format soal PAI berbeda sendiri. Yang lain isian sedangkan PAI sendiri pilihan ganda, 50 lagi jumlah soalnya. Dari saya menyampaikan masalah tersebut harapannya dijadikan evaluasi kedepan lah. Karena khawatir jelek citra sekolah di mata wali murid. Secara tidak langsung, wali murid pasti juga menilai.
Seperti yang saya katakan, saya selalu menyampaikan fenomena lucu ini ke guru kelas atas. Tetapi tetap, dalam nada komedi dan tidak serius sekali. Bawa tertawa saja saat menyampaikannya. Ya betul artinya tidak ada kesan berat sebelah atau tidak suka dengan keputusan guru PAI. Saya menyampaikan secara ketawa-ketawa saja lah begitu. Kendati demikian, saya tetap menghargai dan menghormati guru PAI yang saya maksud. Tidak ada maksud mencela atau bahkan menjelek-jelekkan nama beliau. Jujur dalam hal ini, saya hanya tidak suka atau tidak setuju dengan keputusan beliau yang boros dalam penggunaan kertas. Digarisbawahi, yang tidak saya suka adalah keputusannya, bukan orangnya. Kalau memang karakter orangnya egois, mau menang sendiri saya tidak mau tahu itu. Bagi saya itu tidak perlu untuk diketahui. Intinya saya menghargai beliau. Nah, tetapi sikap atau keputusan beliau itu yang patut dipertanyakan.
Pak Edi yang mendengar itu langsung komentar "memang dari dulu begitu beliau, kalau seandainya nanti diedit soalnya, gak terima beliau. Aduh bingung saya. Di kelas tidak pernah jelaskan". Saya mendengar itu tertawa karena lucu sekali menurut saya. Kok ada orang yang diringankan bebannya tidak menerima itu? Maksud saya dengan diedit soalnya kan bisa hemat kertas. Ya walaupun saya tahu semua kertas cetakan itu dibiayai oleh dana BOS. Tetapi yang perlu diketahui bahwa dana BOS itu tidak diperuntukkan kertas cetak itu saja.
Selama ini saya dengan beliau baik-baik saja. Tidak ada konflik sama sekali. Pagi, saya ketemu beliau, saya selalu cium tangan beliau. Karena biar bagaimanapun beliau ada guru dan orang tua di tempat saya ngajar. Beliau guru sepuh dan senior. Dan saya jelas menghargai betul keberadaan beliau. Dalam tulisan ini pun, saya tetap menghargai beliau. Tidak terpintas sama sekali dalam benak saya ingin menjelekkan beliau atau semacamnya. Karena yang saya kritik atau permasalahkan bukan pada orangnya, tetapi pada sikap dan keputusan dalam membuat soal PTS PAI. Itu saja tidak neko-neko saya. Tetapi jangan lantas karena tidak suka dengan sikapnya membuat kita jadi benci dengan orangnya dong. Tidak baik itu karena manusia itu punya batas.
Manusia punya batas dalam hal ini ialah manusia dapat berpikir. Ditelusuri dulu kenapa guru tersebut membuat soal PTS pilihan ganda semua? Makan kertas banyak? Kenapa guru tersebut tidak hadir saat rapat? Terakhir, apakah yang masuk rapat tidak memberitahu beliau bahwa soal PTS PAI dalam format isian? Sayangnya saya mendengar sendiri dari guru-guru kelas atas bahwa watak beliau memang dari dulu seperti itu. Mentang-mentang senior bisa bersikap seenaknya. Contohnya pulang lebih awal dari guru yang lain. Saya tahu itu. Padahal kan beliau PNS. Berdasarkan pengamatan saya memang beliau rajin pulang lebih awal dari guru uang yang lain.
Terakhir, guru PAI ini menurut saya bersikap maunya sendiri (egois) atau sesuai kehendak dirinya. Mengapa saya bisa berkata demikian? Dari dulu hanya beliau seorang yang saat ada ujian sekolah (PTS/PAS) yang menyediakan lembar jawaban sendiri. PTS kemarin, beliau juga menyiapkan lembar jawaban sendiri. Jadi anak-anak tidak perlu menjawab pada lembar soal, melainkan pada lembar jawaban yang sudah disiapkan itu tadi. Saya tanya, berapa banyak penggunaan kertas lagi yang terbuang cuma-cuma. Semua guru kecuali beliau ini, menginstruksikan ke murid-muridnya bahwa jawaban cukup diisi langsung pada soalnya saja. Hanya guru PAI satu ini saja yang berbeda. Sikapnya yang tidak saya sukai, bukan orangnya.
Saya mengangkat judul ini alasannya lucu saja lah saya temui fenomena semacam ini. Tidak kompak menurut saya. Ada soal PTS yang pilihan ganda dan ada juga yang isian. Ada yang memakai lembar jawaban dan tidak. Seandainya sama semua kan enak begitu dilihat. Ya tetapi kita tidak bisa mengubah pendirian seseorang. Lucu saja menurut saya fenomena ini.