Penjual Tak Jujur: Senyumin Saja
Sepulang sekolah tadi sore, saya lapar sekali. Saya berencana untuk membeli makanan di warung depan. Saya sengaja beli lauk pauknya saja karena saya masih memiliki persediaan nasi di tupperware saya.
Begitu saya tiba di warung, penjual langsung bertanya "pegawai RS Paru ya?" Saya jawab "bukan, saya ngajar di depan sekolah sini". Lanjut, saya minta beli lauk pauknya saja. Penjualnya tanya "pecelan?" Saya jawab "iya sudah". Trik licik dari penjual disini adalah dia tidak menanyakan saya mau beli lauk pauk berapa. Dua ribu, tiga ribu, atau lima ribu? Penjual langsung memasukkan lauk pauk di dalam kertas minyak begitu saja.
Mengetahui akan hal itu saya tersenyum saja. Saya bilang saya beli lauk pauknya tiga ribu. Iya jawab penjualnya. Kalau saya tidak bilang begitu, khawatirnya nanti akan dicekik saya. Lima ribu langsung begitu. Ini adalah trik licik penjual. Seharusnya sebelum melayani saya, ditanya dulu saya mau beli berapa. Ini kan tidak, langsung dilayani saja.
Kedua, saya beli kerupuk. Rencananya mau beli dua karena saya tahu itu harganya 500 rupiah per satunya. Ternyata kerupuk tersebut dijual seribu satu. Lah kan lucu itu namanya. Saya menyebut kerupuk tersebut kerupuk corong. Isinya ada empat dan kecil. Di warung dekat rumah saya dijual lima ratusan. Saya tahu itu harganya lima ratus. Tetapi ya sudah lah tidak apa-apa. Saya beri uang seribu saja. Saya menerimanya dan saya ikhlas.
Ini bukan kali pertama saya beli di warung tersebut. Sebelumnya saya pernah membelikan rekan saya di sekolah sebungkus nasi. Saya beli lima ribu. Seharusnya bisa beli tiga ribu tetapi ya sudahlah. Sepertinya penjual bersikap licik karena status kami.
Siapapun kamu, orang besar maupun kecil bersikap jujurlah. Karena sekali kamu tidak jujur, orang lain tidak akan mempercayai mu lagi walaupun kamu jujur. Guru saya Bu Ana pernah berkata "kejujuran itu adalah mata uang yang berlaku dimana-mana". Saya akui benar sekali kata beliau.