Momen Hari Raya Idul Fitri: Masih Saja Ada Orang Angkuh di dalam Masjid

       Di tengah-tengah lebaran seperti ini, masjid kami sering kedatangan tamu dari luar. Di masjid yang lainnya, mungkin akan berlaku sama. Sehingga ketika sholat jamaah ditemukan wajah-wajah asing datang ke masjid. Mereka-mereka ini adalah saudara dari tetangga-tetangga kami umumnya. Dan mereka tersebut bukan penduduk asli disini. 
        Saat Imam membaca salam, umumnya di masjid tinggal kami dzikiran dulu kemudian diakhiri dengan doa. Setelah doa, umumnya kami bersalam-salaman sesama jamaah, baik jamaah penduduk setempat maupun jamaah dari luar kampung kami yang mampir sholat di masid kami. 
         Ada kejadian menarik, manakala saya hendak bersalaman dengan jamaah yang bukan asli penduduk disini. Ketika saya menjulurkan tangan saya untuk bersalaman, dia malah mengabaikannya seolah-olah dia tidak melihat saya. Bukan hanya saya, tetapi jamaah yang lain diabaikan oleh dia. Ini sungguh bukan kebiasaan jamaah penduduk asli sini. Mereka penduduk asli sini selalunya manakala imam selesai membaca doa, mereka akan bersalaman sesama jamaah. Bukan main pergi nyelonong saja, itu tidak menghargai namanya. Boleh pergi dengan catatan dia baca doa sendiri saja tanpa dipandu Imam. Hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan gibah di belakang. 
        Saya terus terang heran sama jamaah satu ini. Memang saya akui dia bukan penduduk asli sini. Dia orang asing yang hanya ingin sholat berjamaah disini. Tetapi kan ini momen hari raya idul fitri atau momen dimana sesama muslim saling memaafkan satu sama lain, baik kenal maupun tidak. Kenapa dia tidak sadar itu ya? Kalau dilihat dari potongannya, dia ini bapak-bapak. Seharusnya mengerti lah. 
       Menurut saya sikap bapak tersebut sombong sekali. Mungkin bagi dia tidak. Bagi saya sombong sekali karena saya sudah menjulurkan tangan saya untuk berjabat tangan, dia malah cuek dan pergi. Begitu pun dengan jamaah yang lain, jamaah lain hendak bersalaman dengan dia, dia juga langsung pergi. Gak beres orang ini batin saya. Tidak hanya itu, dia datang ke masjid mengenakan kaos dan celana olahraga juga. Tidak memakai kopiah. Tidak pantas lah menurut saya begitu. Masa bertemu Allah pakainnya seperti itu. 
       Saya merasa direndahkan oleh dia jujur. Begitu pun jamaah asli sini juga merasakan hal yang sama. Jangan lah begitu, kita-kita ini kan semua saudara. Apa susahnya hanya berjabat tangan begitu? Tidak sampai satu menit selesai kok. Karena jamaah sholat Maghrib tidak terlalu banyak. Nah, setelah berjabat tangan baru boleh pulang. 
       Begitu keluar dari masjid, saya cari-cari tahu orang ini saudaranya siapa. Saya coba cari tahu dengan bertanya kepada tetangga saya. Saya kepikiran kok sombong sekali orang itu. Tidak ada penduduk asli sini yang seperti itu. Datang ke masjid pake kaos dan celana olahraga. Itu mau senam apa sholat? Wahh benci sekali saya. 
       Akhirnya saya tahu, bahwa dia itu adalah saudara istri pak de saya. Rumah pak de saya kan disamping rumah saya. Begitu ada acara makan bersama saya lihat dia asik duduk. Oh dia saudara Bu de saya ternyata. Dan saya ketahui semua saudara Bu de saya ini sombong-sombong sekali. Pantes batin saya, pohonnya juga sombong maka buahnya sombong. Tidak respect saya dengan orang seperti itu. Apa juga yang mau disombongkan? Nyawa juga punya satu. 

       
        

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?