Kok Bisa Ya Tidak Dapat Ongkos Jalan?

      Dua Minggu yang lalu, saya dimintai tolong oleh salah satu guru di sekolah. Saya tidak sebut nama, tetapi beliau ngajar PAI lah. Aksi kocaknya juga sudah saya tulis di blog saya. Kembali, saya dikejutkan dengan aksi kocaknya yang kedua. Yaitu ketika beliau meminta saya membawakan dokumennya untuk ditandatangani ke kepala sekolah. 
       Permintaan tolong itu tidak langsung  ke saya, tetapi melalui Bu Kunti. Mendengar Bu Kunti bilang kalau saya disuruh guru PAI minta tanda tangan ke pak Kepsek, saya cuek saat itu. Seperti tidak mendengar kabar apa-apa begitu. Lebih baik saya mengoreksi soal PTS batin saya. 
      Di tengah-tengah mengoreksi soal PTS, saya pikir-pikir lagi, kepseknya kan kepsek sendiri, bukan dari sekolah lain, kenapa harus menemui beliau ke Aula dekat SDN Slawu 3? Kan bisa nunggu pak kepsek datang di sekolah beres. Setelah itu baru minta tanda tangan kepsek. Apa orangnya yang gak sabaran saya tidak tahu. Kenapa harus repot-repot menemui beliau ke tempat lain? Itu yang saya pikirkan. Waktu itu sempat terbesit di benak saya, mungkin dokumen tersebut mempunyai batas pengumpulan begitu. Saya pun jujur tidak tahu isi dokumen tersebut. Setelah melalui pertimbangan, akhirnya saya mau membantu beliau. Yang membuat hati saya tergerak untuk membantu beliau itu ada dua. Pertama rasa kemanusiaan, dan kedua mungkin dokumen itu penting bagi khalayak ramai (kepentingan publik). 
       Dari koperasi, saya bergegas menuju kantor. Saat itu sekitar jam 09:15. Jam 09:35 saya ngajar. Begitu saya masuk kantor, beliau guru PAI ini sedang asik bicara dengan seorang perempuan yang tidak saya kenal. Jujur dalam hati saya, saya tidak suka diperlakukan seperti itu, disuruh-suruh begitu. Tampak beliau kurang ramah dalam memperlakukan saya. Dan seorang perempuan yang duduk di samping beliau menatap saya sebelah mata. Jujur keberatan saya, keberatan sekali bantu orang tua ini. Sikapnya itu yang buat saya kesal. Ngomong diulang berkali-kali. Satu kali paham saya sudah. Wong intinya disuruh minta tanda tangan sudah, apa masalahnya? 
       Dan ternyata saya tahu bahwa dokumen itu adalah dokumen pribadi, menandakan ini adalah kepentingan pribadi, bukan umum. Semakin tidak suka saya, kalau ada kepentingan pribadi yang seseorang bisa kerjakan, tetapi minta bantuan. Saya hanya maklumi saja, wajar beliau sudah tua begitu. Bentar lagi mati sudah. Jadi harus dimaklumi saja. Saat itu isi dokumennya tentang masalah pensiunan. 
      Begitu saya cek hp, ternyata guru PAI ini chat dan telpon saya. Isi chatnya adalah kalau saya ada jam kosong, beliau minta tolong begitu. Saat itu memang saya ada jam kosong sikonnya. Kalau sudah main telpon begitu berarti ada yang penting begitu. Ternyata bagi saya tidak penting sama sekali. Ya memang orang tua ini suka terburu-buru dalam mengerjakan sebuah hal. Dulu pernah nyuruh-nyuruh kami. Saya tolong karena kaitannya dengan kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi. Dulu ada pelaksanaan ANBK, kemudian hujan deras dan lampu padam. Kami diminta oleh guru PAI ini, untuk mengambil genset di rumahnya. Setelah tiba di rumahnya, genset itu kotor penuh kotoran tikus. Saya juga yang membersihkan. Ternyata genset itu tidak bisa dibawa karena tersambung dengan tembok. Jadi ada bagian bisa dikatakan besi si genset ini merekat di dalam tembok. Jadi susah untuk ditarik dengan cara apa pun. Alhasil kami pulang dengan tangan hampa. Wohh tadinya saja kowar-kowar guru tua ini. Bahasanya meyakinkan sekali gak tahunya nihil. 
       Ketika saya hendak berangkat, pak Pur dari kejauhan memanggil saya. Ternyata pak Pur ini juga ditelepon oleh guru PAI ini. Saya kasihan dengan dia, pak Pur ini sedang nyuci pakaian di rumah yang dekat dari sekolah, tiba-tiba ditelpon untuk dimintai bantuan sama orang tua ini. Orang tua ini tidak bisa enggak ternyata, maunya sekarang ya harus sekarang. Kemudian, sama pak Pur juga kesal dengan guru PAI ini. Pertanyaannya sama dengan saya kenapa tidak nunggu kepsek datang ke sekolah saja? Apa seburu-buru itu? Namun, saya coba tenangkan pak Pur ini. Alhasil kami berangkat menemui pak kepsek ke Aula SDN Slawu 3. 
        Minta tanda tangan kepsek sudah beres, saya kembali ke sekolah. Saya serahkan dokumen itu ke guru PAI ini. Kemudian saya diminta tolong lagi minta scan dokumen tersebut ke Bu Kunti. Saya semakin kesal disini, saya pergi meninggalkan kantor tanpa sehuruf pun. Masuk kantor lagi mengantarkan dokumen yang sudah discan, saya juga diam membisu. Beliau hanya bilang terima kasih. Saya hanya diam saja dilengkapi dengan ekspresi datar yang artinya lain kali jangan pernah suruh-suruh saya lagi. 
       Saya jujur kesal sekali, masa iya saya keluar dengan pak Pur tidak diberi apa-apa. Paling tidak beri uang bensin dulu lah diawal. Tidak ada ini. Seharusnya ada lah uang jalan begitu. Lagi-lagi pentingnya kesadaran dalam memperlakukan seseorang disini. Jangan pernah minta dihargai kalau kita tidak bisa menghargai orang lain. 
       Apa pun itu, saya dan pak Pur sedari awal memang sudah ikhlas niatnya mau membantu saja. Dengan kata lain, kami tidak mengharapkan imbalan. Walaupun kecewa ada lah karena ternyata semua ini kepentingan pribadi bukan kepentingan publik. Tapi dari sini saya belajar bahwa aturan main saat nyuruh orang tidak seperti itu. Pengalaman ini berguna bagi saya manakala saya mau nyuruh orang demi kepentingan pribadi saya, saya bisa berpikir dua kali. "Oh iya ya ternyata disuruh tanpa imbalan itu tidak enak. Aku kasih dia imbalan saja lah setelah ini" misalnya. Tetapi dalam hal ini saya sama sekali tidak ingin mengajarkan bahwa membantu seseorang harus mengharapkan imbalan. Imbalan disini diberikan semata-mata untuk menghargai kerja seseorang saja. Semoga bermanfaat 
         

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?