Pembagian Kue Maulud Nabi: Merasa Aneh Karena Tak Sama Seperti yang Lain
Beberapa hari yang lalu diadakan peringatan maulud Nabi di sekolah kami. Meskipun di akhir acara hujan turun, acara tersebut Alhamdulillah berlangsung dengan lancar. Namun ada satu momen dimana membuat penulis merasa aneh sekali. Yakni momen pembagian kue pada peringatan maulud Nabi. Penulis benar-benar merasa malu saja begitu. Kadang kalau diam, penulis berpikir "kok bisa saya malu ya?"
Perlu diketahui, pada peringatan maulud nabi, seluruh siswa diminta untuk membawa kue atau buah. Masing-masing siswa membawa lima kue atau lima buah. Nah, di akhir masing-masing siswa mengumpulkan satu kue atau buah. Kemudian kue dan buah tersebut dikumpulkan jadi satu dan diletakkan di perpustakaan. Kalau satu sekolah ada 400 siswa, maka ada 400 kue dan buah yang terkumpul.
Guru-guru kelas sibuk mengkoordinir kue dan buah tersebut. Satu demi satu kue dan buah terkumpul dari masing-masing kelas, guru-guru mulai mengelompokkannya dan kemudian dibagikan ke masing-masing guru. Tahu bahwa kue dan buah tersebut akan dibagikan ke guru-guru, Ya Allah saya merasa dholim disini, dosa besar saya. Untuk apa dibagikan ke gurunya? Lebih baik dibagikan ke orang-orang yang layak menerima di sepanjang jalan mawar dekat sekolah kami sana.
Saya lihat guru PAI datang sambil lihat-lihat kue dan buah. Setelah ada kue dan buah yang memikat hatinya, dia ambil lalu kemudian dibawa pergi di ruangannya. Brengsek bukan? Padahal semua guru akan dapat, lalu kenapa dia ambil dulu sebelum semua kue dan buah dibagi? Mohon maaf saya tidak ada maksud untuk menjelek-jelekkan instansi atau guru-guru di sekolah kami. Ini adalah bagian dari representasi malunya diri saya saja.
Guru-guru yang lain manggil nama saya "pak Galuh sini, ini loh kuenya". Saya hanya bisa berkata "nggih bu, saya sudah kenyang". Saya malu, entah kenapa bisa seperti itu saya tidak tahu. Malu itu muncul saja dalam diri saya. Heran saya kenapa saya tidak bisa seperti mereka begitu. Milih-milih kue dan buah kemudian dimasukkan ke dalam kresek yang sudah disiapkan sendiri seperti itu. Setelah itu mereka tertawa riang. Saya mikir "beliau-beliau kok bisa tidak malu ya?" Saya lihat dengan mata saya sendiri, ada beberapa guru yang ngambil kue dan buah yang bagus-bagus kemudian dimasukkan ke dalam tasnya sendiri sebelum semuanya siap dibagikan. Ya mereka sengaja pilih dan ambil saja begitu seperti guru PAI tadi. Barangkali mereka mikirnya kalau yang bagus-bagus tidak diambil duluan, mungkin akan diambil duluan oleh guru yang lain. Bahkan mereka sudah sedia kresek sendiri untuk kue dan buah tersebut. Ya begitu lah, mereka senyum-senyum dan tertawa riang seperti mendapatkan hadiah door prize jalan sehat Agustusan.
Perlu diketahui, kue dan buah yang dibawa oleh siswa itu, selain dikumpulkan ke perpustakaan, mereka juga harus menukarnya dengan kue milik temannya. Ya walaupun sedikit menimbulkan tawa, karena ada beberapa siswa yang kuenya tidak mau ditukarkan dengan sesama temannya. Alasannya sederhana, kuenya dia terlihat enak dan mahal sedangkan punya temannya tidak. Ya bisa dimaklumi lah masih anak-anak kan. Nah, seandainya guru-guru juga diperintahkan membawa kue dari rumah kemudian ditukar dengan sesama guru, kan fair kalau begitu. Tapi ini tidak, gurunya tidak diminta untuk membawa kue atau buah, tetapi justru siswa-siswinya yang diminta membawa. Kemudian kita seenaknya mau makan milik mereka tanpa ada rasa malu? Kok hebat sekali kita guru-guru ini. Lebih baik didistribusikan kepada yang membutuhkan saja. Banyak saya lihat di sepanjang jalan mawar yang layak lah memperolehnya.
Saya tidak ingin terlibat tugas dalam pembagian kue dan buah di perpustakaan. Lagipula susah sekali loh membagi kue dan buah tersebut. Karena nama, harga, ukuran dan kualitasnya bervariasi. Pasti jatuhnya di akhir adalah sikap ketidakadilan. Kalau sedikit variasinya enak. Kue lemper 30, lapis 30, donut 30, kalau begitu enak pembagiannya.
Oleh karenanya, saya pergi meninggalkan perpustakaan. Saya jalan mengelilingi sekolah dan melihat kabar anak didik saya. Tidak sedikit anak didik saya yang menawarkan kue dan buah untuk saya. Namun saya tolak dengan cara yang baik. Untuk apa? Saya kan berbeda dengan guru-guru yang ada di perpustakaan. Mau baca buku, bukunya yang bagus dipilih-pilih dulu kemudian dimasukkan ke dalam kresek yang mereka bawa sendiri dari rumah.
Pemandangan yang tidak kalah menarik adalah saat kresek sudah tersedia. Mulailah kue-kue tersebut dimasukkan ke dalam kresek kemudian didistribusikan ke guru-guru. Saat proses memasukkan kue-kue tersebut di dalam kresek, ada saja guru yang masih menukar-nukar kue. Maksud saya untuk apa? Itu kue kan sudah dibagi, walaupun gak sama rata yang penting sudah dibagi lah. Kok masih ditukar-tukar? Kurang puas apa? Kan tadi sudah dipilah-pilah dulu kue yang bagus ke dalam kreseknya. Kue hendak dibagikan kok masih mau dipilah-pilah lagi begitu loh. Padahal mohon maaf, beliau secara finansial itu mampu sekali loh. Harusnya beliau malu lah kalau memang punya malu.
Pembagian kue atau pun buah untuk guru ini kan sudah terjadi sejak lama. Sejak saya duduk di bangku sekolah dasar, sudah ada pembagian kue semacam ini. Siswanya disuruh bawa kue atau buah ke sekolah. Kemudian kue dan buah yang bagus dipilah dan dikumpulkan untuk dibagikan ke guru-guru. Kalau saya pribadi memang tidak setuju dengan pembagian semacam ini mengingat guru-gurunya tidak diminta membawa kue dan buah ke sekolah juga. Ya seharusnya bisa dievaluasi kembali lah. Salah ini menurut saya. Ada baiknya dibagikan kepada orang-orang yang dirasa layak menerimanya saja. Terima kasih