Polemik Pernikahan Usia Dini: Apa yang Dipermasalahkan?
Sebelum panasnya berita Sambo cs, media kita sering mempermasalahkan pernikahan usia dini. Lah saya mikir kenapa kok dipermasalahkan? Seolah-olah pernikahan usia dini merupakan aib dan tindak kriminalitas saja. Sekarang kita tengok ke belakang, kalau perlu tanya kakek nenek kita, orang dulu rata-rata nikah usia berapa. Lah ya kan sama saja muda-muda. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan apakah kita belum beranjak dari masa lalu bukan. Artinya apa? Pada masa kakek nenek kita, pernikahan usia dini memang sudah ada. Apakah dipermasalahkan? Tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan kan akhir-akhir ini saja. Kadang saya mikir media kita ini gak ada kerjaan. Persoalan yang sudah-sudah dan tidak pernah dipermasalahkan dimunculkan kembali.
Sekarang pernikahan dini sama sekali tidak dipermasalahkan oleh negara. Buktinya mereka yang nikah di usia dini ya berjalan lancar saja. Nikah benaran mereka, bukan nikah-nikahan. Dan negara sama sekali tidak mempersalahkan begitu loh. Memang ada larangan tertulis bahwa laki-laki dan perempuan dilarang menikah di usia dini? Peraturan UUD nya ada, tapi kan negara seperti tidak mempersalahkan itu. Toh mereka yang nikah di bawah 19 tahun itu mendapatkan dispensasi dari pengadilan agama untuk nikah usia dini. Artinya apa? Ya sah-sah saja nikah di usia dini itu. Lalu apa yang dipermasalahkan?
Saya tahu jalan berpikir yang ada di otak penulis media-media konyol tersebut. Itu Ialah pernikahan dini ini sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang. Karena sekarang kita tidak lagi hidup di zaman kakek, nenek, mbah yut kita. Ini zaman telah menyongsong peradaban yang maju dan mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Nah, sedangkan kita hidup dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman. Dan zaman sekarang, kita tidak dituntut untuk nikah di usia dini. Paling tidak kita berkarir dan mapan dulu hidupnya, setelah itu baru nikah. Ada pemuda yang berani menikah di usia dini tidak dianggap wajar lagi karena memang zamannya sudah berubah. Kita sudah mengenal idealisme, bahwa idealnya manusia menikah itu usia di atas 22 tahun. Seandainya ada pemuda misalnya berani menikah di bawah usia 16 tahun, akan menjadi buah bibir di lingkungan masyarakat. Pasti itu karena sekarang bukan zamannya. Ya aneh saja kelihatannya begitu, tidak sama seperti mayoritas orang nikah pada umumnya. Biasanya usia segitu masih sekolah, ini sudah gendong anak, tidak sesuai. Kalau zaman kakek nenek kita dulu barangkali masih bisa diterima dan dianggap wajar.
Namun, sekali lagi tidak ada larangan tertulis bagi mereka-mereka yang hendak menikah. Usia 63 tahun saja boleh kok menikahi gadis di Negara ini. Jadi sah-sah saja lah bagi mereka yang hendak menikah di usia dini. Bukankah dengan menikah dapat mengurangi resiko perbuatan zina, hamil di luar nikah, dan semacamnya? Selama negara tidak melarang bagi saya sah-sah saja. Media kita saja yang seneng repot. Apa-apa dibuat judul berita, ya karena memang mereka tidak ada berita mau bagaimana lagi haha. Nah, satu lagi, kesanggupan menikah mampu dipenuhi oleh mereka yang menikah di usia dini, misalnya mahar atau mas kawin. Atau dengan kata lain, rukun-rukun nikah mampu dipenuhi. Ditambah dengan syarat-syarat nikah beserta hukum-hukumnya. Sudah beres, lalu apa lagi yang mau dipermasalahkan?
Dalam hal ini, jelas saya tidak mempermasalahkan dengan adanya pernikahan dini. Sah-sah saja bagi saya selama rukun-rukun, syarat-syarat, hukum nikah terpenuhi. Selain itu, tidak ada larangan tertulis menikah di usia dini dari negara ini. Saking saja media kita tidak ada bahan atau materi. Karena itu berita yang dianggap kurang wajar di zaman ini dijadikan judul berita. Supaya apa? Ya supaya orang tertarik baca, kan itu tujuan awal mereka. Kalau yang baca banyak, mereka dapat pundi-pundi uang. Contoh pernah ada berita orang makan sabun. Kan gak wajar berita ini di zaman sekarang, wong ada nasi di rumah kok ini ada orang berakal mau makan sabun. Nah, dijadikan judul berita kemudian dan akhirnya viral. Kan tidak ada bedanya dengan berita pernikahan usia dini tadi?
Kalau dilihat dari perspektif antropologi, pernikahan dini ini dikhawatirkan akan mengakibatkan lonjakan angka natalitas. Akhirnya akan terjadi lonjakan penduduk dengan kapasitas tidak sebagaimana mestinya. Saya akui memang betul adanya itu. Nah, disini peran pemerintah dibutuhkan untuk mengantisipasi hal semacam itu. Pernikahannya tidak masalah, namun jumlah yang menikah di usia dini yang jadi masalah. Misalnya 80 juta orang di Jawa barat menikah di usia dini, oh ya masalah itu. Maka dari itu pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk memberikan kuota pernikahan. Tapi kan pernikahan dini hari ini dilakukan oleh segelintir orang saja. Ngapain diadakan kuota? Jadi saya tidak menganggap itu sebagai masalah. Justru yang patut dipermasalahkan adalah ada manusia mampu nikah tapi memilih tidak nikah dan lebih memilih untuk menjalin hubungan tak halal di luar nikah. Hubungan itu lazimnya dikenal dengan pacaran. Nah itu yang pantas dijadikan masalah. Pernikahan masih diatur dalam negara. Pacaran kan yang ngatur setan. Jadi orang yang pacaran jelmaan setan semua itu. Anak SD belum bisa buang ingus sudah pacaran. Itu yang harus dijadikan judul berita oleh media-media kita. Tapi ini ada media yang sibuk mempersalahkan yang halal, yang haram dibiarkan saja kan lucu itu.
Kalau memang zaman diangggap sebagai otak ketidakwajaran adanya pernikahan usia dini, maka saya katakan itu adalah anggapan yang salah. Karena pernikahan dini tidak ada kaitannya dengan zaman. Bisa dikatakan, zaman tidak mendorong manusia harus nikah di atas usia ideal. Zaman apa pun, jikalau dirasa sanggup menikah, ya jalankan saja. Walaupun pernikahan tersebut masih dini. Kalau kita mengikuti zaman, bagi saya ini sama saja. Contohnya sekarang adalah zaman modern dimana manusia mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Nah, kalau sudah begitu harapannya kehidupan manusia semakin kesini semakin baik dan tertata sesuai dengan perkembangan zaman. Faktanya di negara Haiti, sebagian masyarakat masih mengonsumsi makanan dari tanah yang dikenal dengan bobonte. Makanan ini kan jelas tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Contoh lagi, model pakaian di zaman ini cenderung menampakkan aurat, sama saja seperti pada zaman purba di zaman megalitikum. Ini bukan kemajuan zaman tetapi kemunduran zaman. Katanya zaman modern, kenapa kehidupan atau perilaku masyarakatnya seperti zaman purba? Zaman purba saja mereka makan berburu. Ini ada orang di zaman modern makan tanah, kan lucu. Jadi bisa dikatakan sekali lagi, pernikahan dini tidak ada hubungannya dengan zaman. Sah-sah saja begitu.
Justru yang patut dipermasalahkan yaitu eksistensi pacaran. Karena pacaran tidak diatur dalam hukum negara. Yang kedua, pacaran dilarang dalam agama. Namun sifat pacaran yang cenderung merusak psikis dan kehormatan seseorang, justru dibiarkan begitu saja. Tidak wajar pacaran itu di zaman sekarang, karena asal usul atau filosofi pacaran tidak seperti itu. Lebih baik kan menikah di usia dini daripada pacaran, bukannya begitu? Aneh zaman sekarang ini. Yang halal dijadikan gosip, yang haram dijadikan apresiasi.
Gambar-gambar di atas merupakan contoh bahwa media kita asik membicarakan kasus pernikahan di usia dini. Saya rasa ini lucu sekali begitu. Lucu karena memang pernikahan dini tidak perlu dipermasalahkan. Karena memang eksistensinya dilindungi oleh hukum negara begitu loh. Yang harusnya dipermasalahkan adalah eksistensi pacaran ini. Karena pacaran ini tidak wajar lah untuk dilakukan. Cinta wajar, pacaran yang tidak wajar. Karena selain pacaran dilarang oleh agama, pacaran juga dapat merusak kehormatan diri manusia.