WC Duduk Di Indonesia Disediakan Untuk Memudahkan Pelancong Mancanegara: Orang Indonesia Tidak Membutuhkan Itu
Di tempat-tempat umum, sering kita jumpai bersama keberadaan WC duduk. Contohnya seperti di mall, hotel, stasiun, gerbong kereta, rumah makan, universitas, dll. Bahkan saya pernah lihat di rest area, ada WC duduk. Pertanyaan saya untuk apa sih WC duduk tersebut diadakan di Indonesia? Tidak terlalu penting juga buat kami keberadaannya menurut saya. Saya berspekulasi dan jadi yakin bahwa WC duduk diadakan di Indonesia semata-mata untuk memudahkan turis asing dalam membuang hajatnya. Sekarang coba tes saja, orang asing itu tidak bisa jongkok. Dikasih WC jongkok ya jatuh mereka. Sebagai akibatnya, diadakan lah fasilitas WC duduk ini untuk mereka orang asing tersebut. Tujuannya ialah memudahkan mereka saja. Karena di negara barat sana kan memakai WC duduk, bukan WC jongkok.
WC duduk memudahkan turis asing, tetapi justru mempersulit kita orang Indonesia sendiri. Ya karena kita gak terbiasa dengan WC duduk. Orang luar negeri menggunakan wc duduk, mereka bisa sambil baca buku atau koran. Lah kita kan tidak seperti itu. Budaya kita masih bukan budaya membaca. Coba buktikan sendiri saja sana. Pernah anda lihat orang Indonesia keluar dari toilet yang menggunakan wc duduk sambil membawa buku atau koran? Tidak pernah kan? Sudahlah saya juga sering mengamati itu. Lagipula WC duduk di Indonesia itu nanggung sekali. Mengadakan WC duduk tetapi tidak disediakan roll tissue. Terpaksa kita harus cebok dengan water gun yang disediakan di dekat WC duduk itu kan. Huh gak nyaman sekali saya sialan. Karena susah sekali begitu bagaimana ceboknya. Posisi pantat sudah nempel pada bibir WC. Water gun dimasukkan dari mana saya juga tidak tahu, susah sekali pokoknya. Itu mungkin karena faktor tidak biasa atau mungkin saya yang tidak tahu caranya. Ya harusnya kalau mau ikut barat tidak usah nanggung. Sediakan juga lah roll tisunya untuk membersihkan sisa kotoran yang melekat di area dubur kami. Malah roll tisunya disediakan di rumah makan, kan lucu itu. Jangan salah, roll tisu yang teksturnya kasar yang biasa disediakan di warung atau rumah makan itu sebenarnya tisu untuk WC duduk. Coba lihat di negara barat, pasti di dekat WC duduknya ada tempat penyimpanan roll tisu tersebut. Memang lucu orang Indonesia ini.
Manfaat yang bisa dirasakan dari WC duduk ada di flashnya. Kalau WC jongkok kan harus disiram atau diguyur air dulu. Itu saja kadang sudah disiram berkali-kali, kotorannya gak hilang-hilang ya kan? Tetapi kalau WC duduk, tinggal ditekan flashnya, kotorannya juga ikut hilang semuanya. Ya enak itu, kita jadi tidak perlu tahu dan lihat kotoran kita sendiri. Walaupun demikian, saya sih lebih nyaman di WC jongkok saja. Cobalah adakan penemuan WC jongkok yang ada flashnya. Saya yakin bisa itu. Yang penting jangan WC duduk saja sudah.
Disini, saya jadi kembali mikir, kok rupanya pemerintah kita lebih mendahulukan atau mementingkan nasib turis luar negeri ya. Untuk apa sih sampe segitunya? Dana atau pengeluarannya ujung-ujungnya dari dana APBN kita, awas saja kalau memakai dana APBN atau APBD. Maksud saya ngapain sih mengadakan WC duduk? Memangnya Indonesia pernah jadi tuan rumah piala dunia begitu? Kan masih akan saja itu, itu pun tuan rumah piala dunia kelompok umur saja. Jadi tidak begitu ramai. Sedangkan keberadaan WC duduk di Indonesia sudah dirasakan sejak delapan tahun yang lalu. Sudah ramai tahun segitu keberadaan WC duduk di tempat umum.
Memang benar adanya, pemerintah Indonesia cenderung mementingkan nasib orang asing. Mau terlihat lebih maju atau mengikuti perkembangan zaman saya tidak tahu. Setelah WC duduk, muncul lagi urinoir. Tujuannya sama yaitu memudahkan orang asing yang datang ke Indonesia itu lagi. Karena orang asing itu punya tempat sendiri. Kalau mau buang air besar di WC duduk, mau buang air kecil ya di urinoir itu tadi. Kalau orang Indonesia kan jadi satu tempat. Mau buang air besar atau kecil ya jadi satu tempat di situ saja sudah. Kelihatan sekali, kita itu tidak mau apa adanya dan tidak mau kalah juga. Negaranya melarat tetapi tidak mau dibilang melarat, kata Bu Riska, guru Ekonomi di sekolah saya. Lewat tulisan ini, saya harap pemerintah Indonesia lebih mementingkan nasib masyarakatnya sendiri ketimbang warga negara asing.