"Masih Kecil Gak Boleh Pacaran" Katanya

       "Hushhh!! masih kecil. Tidak boleh pacar-pacaran. Sekolah dulu yang pintar" adalah kalimat yang mungkin pernah kita dengar. Umumnya, orang tua yang melontarkan kalimat tersebut kepada anaknya. Hal itu orang tua katakan supaya anaknya tidak mengenal pacaran di usia anak-anak. Anak-anak ya masanya bermain dan belajar, bukan berpacaran. Apalagi masih kecil, wah jangan tidak boleh itu. Nanti kalau sudah besar, baru boleh pacaran. Mungkin seperti itu pemikiran orangtuanya. 
       Cara berpikir anak-anak ini liar sekali. Di sini yang dimaksud liar bukan kritis ya. Mereka akan terus mencari dan mencari tahu tanpa memperhatikan metode berpikir yang benar. Hal itu anak lakukan jika apa yang ingin diketahuinya tidak kunjung ia ketahui. Orangtua harus hati-hati di sini dalam bermain kata pada anaknya khususnya dalam memberitahu anaknya supaya tidak berpacaran. Kalimat "jangan pacaran dulu. Kamu masih kecil" ini bukanlah kalimat yang sesuai untuk diterima sekelas anak-anak menurut saya. Karena daya cerna otak anak sangat berbeda dengan otak orang dewasa. Orang tua harus memperhatikan tindak bahasa yang meliputi lokusi, ilokusi, dan perlokusi, kalau perlu. Sebab anak berpikirnya liar sekali, khawatir mereka salah dalam mencerna kata-kata dan mengambil sebuah kesimpulan. Anak akan berpikir "oh kalau masih kecil tidak boleh pacaran. Berarti kalau sudah besar aku boleh pacaran" Nah itu yang saya khawatirkan. Padahal hakekatnya, baik masih kecil, setengah besar, besar, dan sangat besar, pacaran tetap tidak boleh dilakukan, apa pun itu alasannya. Mau pacaran islami, pacaran yang gak ngapa-ngapain, jarak jauh, virtual, tahi kucing, apa pun macamnya tidak boleh dilakukan, titik. Jadi pesan saya rubah saja kalimat nasehat tersebut pada anak-anak anda. Saya tahu maksudnya baik, saya tahu. Tujuannya baik, saya juga tahu. Mana ada orang tua menginginkan yang tidak baik untuk anaknya, tidak ada bukan? 
        Nasehat larangan pacaran "kamu masih kecil, tidak boleh pacaran" mengingatkan saya akan nasehat larangan merokok. Dulu saat kecil, teman-teman sebaya saya pernah dinasehati oleh orangtuanya supaya tidak merokok. Nasehatnya ialah "jangan ngerokok dulu. Kamu masih kecil. Nanti saja kalau sudah kerja, baru boleh ngerokok". Mungkin pembaca juga pernah diberi nasehat semacam itu oleh orang tua. Lantas bagaimana hasilnya? Apakah pembaca masih tetap merokok setelah diberi nasehat tersebut? Jujur, semua teman saya merokok setelah diberi nasehat tersebut. Gak perlu nunggu sudah kerja dulu, baru SD teman saya sudah ada yang merokok. Mereka merokoknya masih sembunyi-sembunyi. Seandainya ketahuan, pasti dimarahi atau bahkan sampai dipukul. Dapat diketahui bahwa nasehat sekelas itu tidak mempan untuk melarang anak tidak merokok. Lalu anda gunakan nasehat tersebut untuk menasehati putra-putri anda untuk tidak pacaran? Saya sarankan anda rubah saja kalimat nasehat tersebut. 
       Nasehat tersebut tertancap dalam otak sang anak dan susah sekali untuk dicabut. Karena selamanya akan dia ingat dan dijadikan patokan dalam berpikir lagi bertindak. Pernah, beberapa hari yang lalu saya lihat dua siswa kelas 5 yang tengah berlatih membuat karya seni kriya di depan kelas. Tidak hanya saya, banyak siswa-siswi yang juga ikut melihat keduanya. Sampai pada suatu momen, terjadilah sebuah candaan antara siswa-siswi tersebut. Ada pun isi candaannya adalah tentang pacaran. Kemudian ada kakak kelasnya menasehati "kamu gak boleh pacaran dulu dek. Kamu masih kecil. Nanti kalau sudah besar baru boleh pacaran seperti aku." Kakak kelas yang menasehati demikian adalah siswi kelas enam yang berpacaran dengan mahasiswa. Saya juga sempat angkat kisahnya di judul blog saya. Lucu sekali, ada anak-anak menasehati anak-anak untuk tidak berpacaran. Nah, ini yang saya khawatirkan. Ada anak-anak merasa dirinya besar (sudah kelas enam) dan badannya tinggi, berani mengambil kesimpulan bahwa dirinya sudah besar dan boleh berpacaran. Kelas 3 tidak boleh pacaran, karena masih kecil. Mungkin seperti itu dalam benaknya. 
      Kalimat "kamu masih kecil, tidak boleh pacaran dulu" itu memiliki makna global untuk sampai ke dalam otak anak-anak. Kecil yang bagaimana? Usianya atau fisiknya yang masih kecil? Takutnya anak memahami bahwa kecil itu maksudnya fisiknya. Artinya apa? Ketika anak merasa dirinya sudah besar, walaupun usianya masih anak-anak, mereka tidak ragu untuk berpacaran. Karena apa? Karena mereka merasa dirinya sudah besar. Didukung oleh banyaknya teman-teman sebayanya yang juga berpacaran. 
       Sekarang ya, anak SD kelas 2 sudah bisa membuat prinsip dalam berpacaran. "Pak saya tidak pacaran dulu. Kata mama masih kecil gak boleh pacaran. Nanti kalau SMA, saya baru pacaran." Dia mau pacaran kalau sudah SMA katanya. Ini loh yang saya khawatirkan. Kita tahu anak SMA itu tinggi besar, usia juga mulai bertambah, cara berpikir berbeda dengan anak kecil, dan anak SMA itu banyak yang berpacaran. Namun, pacaran itu tidak memandang besar kecil. Karena hakekatnya pacaran itu adalah hal yang salah dan wajib ditinggalkan. Saya respon murid saya "tidak ada yang namanya pacaran, kalau kamu mau nikah saja". Nah, terus dia berkata "loh pak, masa masih kecil nikah sih?" Saya jawab "Ya makanya kalau tidak mau nikah karena merasa masih kecil, kamu tidak perlu pacaran." Dia tanya "terus kalau gak pacaran, nikahnya bagaimana?" Pertanyaan ini sudah saya jadikan judul blog di tulisan saya sebelumnya. Jawaban dari pertanyaan ini pun juga ada di sana. 
       Saya sarankan seyogyanya orangtua menggunakan kalimat sederhana yang mudah dipahami oleh anak-anak manakala hendak menasehati mereka tentang larangan berpacaran. Katakan saja secara tegas, pacaran itu tidak boleh dilakukan. Karena itu adalah perbuatan yang tidak baik. Yang boleh dilakukan itu hanya menikah saja. Sekarang kamu tahu pacaran itu tidak boleh. Nanti kalau sudah besar, teman-temanmu yang berpacaran diberitahu kalau pacaran itu tidak boleh dilakukan. Selebihnya, saya serahkan semuanya kepada orangtua. Namun, kalau saya yang jadi orangtuanya, saya akan jelaskan panjang lebar. Pacaran itu apa, asal usul pacaran, dampak pacaran, kenapa pacaran tidak boleh dilakukan, manfaat pacaran, dst. Itu kalau saya jadi orangtuanya ya. Biarpun anak saya masih kecil, SD kelas 2 katakanlah. Kalau dia sudah mulai ingin tahu apa itu pacaran, ya akan saya jelaskan secara rinci. Karena saya tidak mau terlambat seperti itu. Walaupun anak saya tidak ingin tahu pacaran, saya tetap akan beri pengetahuan dan nasehat yang edukatif tentang pacaran tersebut kepada dia. Namun, sekarang terbalik. Banyak orangtua yang bangga kalau anaknya punya pacar. Tidak tahu saya, repot sekarang ini. Justru orangtua membiarkan anaknya pacaran. Anaknya pacaran serumah ya dibiarkan ini, tidak dinasehati sama sekali. Yang penting gak zina kata mereka. Mereka bangga sekali dengan itu. Mereka pikir pacaran itu prestasi kali ya? 

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?