Nyamannya Mengajar di Sekolah Memakai Kopiah

       Beberapa hari yang lalu, saya memutuskan untuk memotong habis rambut saya (gundul). Alasan saya memotong demikian, sebab saya ingin menghilangkan sisa-sisa jamur putih yang melekat pada rambut saya. Sudah itu saja alasannya, tidak ada yang lain. 
       Keesokan harinya, saya mengajar ke sekolah mengenakan kopiah. Alasannya jujur yaitu untuk menutupi rasa malu. Saya malu saja begitu datang ke sekolah dengan keadaan kepala saya yang gundul tersebut. Pasti mereka yang melihat akan mentertawakan saya. Karena sebelumnya juga pernah seperti itu. Saya itu selama mengajar di sekolah, pernah potong gundul tiga kali. Pertama, karena ingin menghilangkan jamur rambut, kedua salah potong model rambut, ketiga menghilangkan jamur rambut lagi. Awal dan kedua kalinya gundul saat mengajar di sekolah, saya itu tidak mengenakan kopiah ataupun topi begitu. Sebagai akibatnya saya diketawai baik oleh murid maupun sesama rekan guru di sekolah. Karena itu, saya untuk ketiga kalinya gundul ini, memutuskan untuk memakai kopiah. Supaya tidak diketawai lagi. Saya khawatir kalau tidak memakai kopiah, anak-anak tidak konsentrasi selama KBM di dalam kelas. Yang ada saya akan jadi bahan tertawaan. Karena saya sebagai guru adalah pusat perhatian di dalam kelas kan begitu.
       Namun, entah kenapa rasanya setelah sekian hari berangkat mengajar ke sekolah memakai kopiah, saya menjadi nyaman memakainya. Walaupun ada komentar sana-sini. Ibu saya contoh terdekatnya, beliau berkata kepada saya "jangan sering-sering memakai kopiah ke sekolah. Kamu harus pandai menempatkan diri. Iya kalau kamu guru agama, tidak masalah. Orang akan menganggap itu sebagai hal yang wajar." Saya hanya diam saja mendengar itu. Dalam hati saya bertanya "masa iya saya harus nunggu jadi guru PAI dulu untuk bisa memakai kopiah selama mengajar ke sekolah?"
        Kalau dari kalangan guru, tidak ada komentar yang terlalu berarti. Yang ada mereka justru iseng terhadap saya. Saya dipanggil ustadz, habib, dan syaikh. Ada beberapa dari beliau yang iseng dengan berkata "sih kok gaya eh memakai kopiah". Saat saya gundul dulu, saya oleh mereka dipanggil Kim Jong Un, kopral, marinir, dst. Ada juga yang iseng dengan berkata "pak, koramil ada di sebelah sana." Saya kira hanya itu kalau dari komentar rekan sesama guru. 
       Nah, yang lucu ini adalah murid saya. Saya gundul, mereka tertawa. Saya memakai kopiah, mereka juga tertawa sembari bertanya "kok pakai kopiah sekarang pak?" Kalau begitu, terus apa yang saya lakukan selain bersikap cuek dan bodoh amat? Masa iya saya tidak boleh potong rambut gundul? Kalau tidak potong gundul, susah yang mau menghilangkan jamur pada rambut saya. Dulu saja pernah potong gundul, jamurnya masih ada lagi. Dan kalau tidak gundul itu, jamur pada rambut saya itu terlihat jelas sekali. Jamurnya berwarna putih seperti uban. 
       Ketika saya pulang dari pangkas rambut saja, adik dan sepupu saya itu tertawa terpingkal-pingkal. Barangkali mereka terkejut begitu tahu saya potong gundul ya. Kalau ibu saya terlihat seperti kesal saja begitu tahu saya potong gundul. Tetapi ya sudah lah, saya potong gundul itu ada tujuannya kok. Namun dibalik ini, saya sekarang jadi terbiasa memakai kopiah saat berangkat ke sekolah. s
Saya senang dan nyaman akan itu. Sebelumnya saya tidak pernah sesenang ini tatkala mengenakan sesuatu pada tubuh saya. Dalam hati saya "enak ternyata ya memakai kopiah". Rasanya itu ada ketenangan dan kenyamanan dalam diri saya. Rasanya seolah-olah itu saya ingin mengerjakan beberapa kebaikan, ingin memperdalam ilmu agama, terasa seperti santri, dst. Saking senangnya itu, saya sampai beli kopiah baru. Jujur saya senang sekali memakai kopiah. Ya harapannya semoga saya istiqomah saja lah memakai kopiah selama mengajar. Tidak hanya ketika gundul saja mau memakai kopiah, rambut tumbuh 10 cm tidak memakai kopiah seperti itu. 
       Namun, di tengah-tengah keinginan saya untuk terus memakai kopiah ini, saya justru mendapat banyak rintangan. Rintangan yang pertama yaitu dari ibu saya. Beliau secara jelas melarang saya untuk memakai kopiah selama mengajar di sekolah. Beliau cenderung menekankan aspek penampilan terhadap saya. Beliau juga menasehati saya supaya saya pandai dalam hal menempatkan diri. "Kira-kira pantas tidak ya kalau saya berpenampilan seperti ini ke sekolah" sambungnya. Lebih lanjut, menurut beliau guru ngajar itu harus berpenampilan yang pas sehingga orang yang melihat itu senang. Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa memakai kopiah selama mengajar itu merupakan hal kuno yang sudah lama ditinggalkan. Beliau memberikan contoh, yang memakai kopiah selama mengajar itu kalau tidak dari kalangan guru agama, ya guru yang sudah senior/tua. Guru yang muda-muda tidak akan ada yang mau memakai kopiah kecuali hari-hari tertentu, contoh hari Jum'at, maulid nabi, santri, dst. Saya coba resapi perkataan beliau. Setelah itu saya berpikir "wah berarti penampilan saya ini eksentrik dong?" Senang sekali saya jujur ini. Ini kan mirip dengan penampilan idola saya, yakni presiden RI ke-4, Abdurahman Wahid. Sadar hal itu, wah pokoknya saya tetap ingin mengajar pakai kopiah saja lah. Kan Gusdur banget kalau seperti itu. Bayangkan saja, saya ngajar di sekolah umum, jadi guru bahasa Inggris, terus kemudian ngajar memakai kopiah. Menurut saya itu penampilan yang eksentrik, dan saya senang akan hal itu. Saking senangnya, saya sampai beli kopiah lagi yang baru. 
       Nah, rintangan kedua itu ialah dari teman sesama guru. Ada beberapa dari mereka yang terlihat mengejek saya, memandang rendah saya, mentertawakan saya dan semacamnya tatkala saya datang ke sekolah memakai kopiah. Mungkin, itu merupakan first impression bagi mereka. Dan mereka terheran-heran akan hal itu. Jangankan mereka, saya saja bisa nyaman memakai kopiah selama mengajar itu juga heran. Lah gimana? Wong saya juga nyaman ini memakai kopiah saat mengajar. Apakah dengan saya memakai kopiah merugikan orang lain? Kan tidak? Kalau tidak, ya sudah kelar urusannya berarti. Cuma saya hanya ambil kesimpulan, ejekan atau sindiran dari mereka itu mungkin hanya mampu bertahan sekitar sebulan saja. Setelah itu, saya tidak akan diejek lagi ketika mengajar ke sekolah memakai kopiah. Kesal saya, gundul diejek, memakai kopiah diejek. Ya terlepas dari itu, saya tidak mengganggap itu sebagai masalah serius. Saya anggap mereka hanya bercanda saja dengan saya. 
       Jangan kan mereka, tukang cukurnya saja tertawa begitu tahu saya mau cukur gundul. Masnya tanya "kenapa kok dicukur gundul ?" Saya hanya jawab "ya gak ada mas, pingin gundul aja". Mungkin dalam benaknya masnya berkata "sialan orang ini, saya sudah belajar skill mangkas rambut puluhan tahun, gak tahunya hanya untuk diminta mangkas gundul. Kalau cuma untuk mangkas gundul saja gak perlu belajar lama-lama juga bisa." Ya saya juga mengerti perasaan masnya.
      Perkara mentertawakan orang yang pangkas gundul ini kan bukan hal baru lagi. Ini sudah lama memang seperti itu, dari saya SD bahkan. Kalau zaman dulu, ada anak yang dipangkas gundul akan dipanggil "Boboho, tuyul, batok kelapa, dst". Ya tidak tahu juga kenapa diketawai seperti itu. Barangkali lucu saja melihat tampang orang yang dipangkas gundul. Jadi terlihat seperti tuyul begitu. Alamat dijahili sudah kalau dulu ada anak pangkas gundul. "eh mana uangku? Kamu kan yang mencuri uangku semalam. Kamu kan tuyul" katanya. Karena itu, ayo ini teman-teman yang gundul, saya ajak untuk memakai kopiah juga. Siapa tahu nyaman dan jadi ketagihan untuk terus memakainya. Jadi gak harus nunggu waktu sholat dulu untuk mau memakai kopiah. Terima kasih 








Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?