Mahasiswa yang Sombong dengan Nama Kampusnya

       Belum lama ini, saya pernah menulis tentang mahasiswa sombong yang mengenakan almamaternya di atas gerbong kereta api. Nah, sekarang ada lagi yang baru, ada mahasiswa sombong yang mengenakan kemeja kampusnya di acara jalan sehat di lingkungan RT kami.  Perbedaannya adalah saya tidak merasa terganggu dengan mahasiswa yang mengenakan almamaternya di atas gerbong kereta. Tetapi saya terganggu dengan mahasiswa yang mengenakan kemeja bertuliskan nama kampusnya di acara jalan sehat tersebut. Maksud saya untuk apa begitu. Tidak punya pakaian lain apa? Kalau tidak punya, kemarilah saya kasih. 
       Yogi Raya Pangestu, merupakan pemuda dari lingkungan RT kami. Dia juga merupakan mahasiswa prodi ekonomi syariah, fakultas ekonomi, Universitas Jember. Tidak apa-apa sudah, saya cantumkan nama asli dia di blog saya. Supaya dia diketahui orang bahwa dia adalah mahasiswa dari Universitas Jember. Kan itu yang dia mau. Ya sudah saya wujudkan di sini. Sayangnya dia masih belum sarjana, itu saja. 
       Kejadian bermula saat Yogi berjalan dari arah Barat ke arah Timur menuju ke arah saya, kemudian dia duduk pas di depan saya. Saat itu saya tengah duduk juga, sambil menunggu undian doorprize jalan sehat. Sepupu saya yang duduk di sebelah saya bilang "UNEJ mas".  Saya diam saja tidak menanggapinya. Memang, di kemeja bagian belakang yang dikenakan Yogi terlihat jelas nama prodi, fakultas, dan universitasnya. Jadi, orang yang berada di belakangnya tahu bahwa dia adalah mahasiswa UNEJ. Nah, yang jadi pertanyaan di sini adalah, dari sekian banyak tempat, mengapa dia memilih duduk pas di depan saya? Kenapa tidak di belakang atau di samping saya misalnya. Kan enak kalau begitu, tidak menghalangi pandangan saya. 
       Mengetahui Yogi duduk di depan saya, saya hanya diam saja. Saya fokus ke undian doorprize saja. Hampir 30 menit dia duduk di depan saya. Di sini saya jadi heran, maksud dan tujuan dia duduk di depan saya sebenarnya itu untuk apa? Lalu saya berdoa, "Ya Allah kalau memang tujuan dia duduk di depan saya hanya untuk sombong dengan nama kampusnya, berilah dia pelajaran ya Allah. Sesungguhnya saya benar-benar tidak suka dengan mahasiswa yang sombong." Tidak lama setelah itu, datanglah anak kecil yang menghampiri Yogi dengan membawa sebungkus cilok di tangannya.  Dari situ saya jadi tahu bahwa anak kecil itu adalah saudaranya. Lalu tanpa disangka-sangka, cilok itu tumpah, dan kuah ciloknya mengenai kemeja kampus bagian bawah yang dikenakan Yogi. Saya perhatikan tidak banyak kok kuah cilok yang tumpah di kemejanya. Tapi terlihat jelas kemeja dia basah seperti itu. Mengetahui itu, saya hanya diam saja. 
      Sekitar 30 menit setelah kejadian itu, ibu saya datang menemui saya. Tahu akan hal itu, saya izin ke ibu saya untuk pulang menunaikan ibadah sholat Ashar di rumah terlebih dahulu. Saya meminta ibu saya untuk menggantikan saya menyimak dan menunggu undian doorprize jalan sehat itu. 
       10 menit setelah sholat Ashar di rumah, saya kembali untuk menemui ibu saya di lapangan, tempat hadiah jalan sehat diundi. Ketika saya duduk di samping ibu saya, saya sudah tidak kelihatan Yogi di dekat tempat duduk kami. Tadinya kan duduk di depan itu. Nggak tahu kemana hilangnya dia sudah. Saya jadi curiga, andai saja saya tidak sholat Ashar saat itu, mungkin dia masih tetap duduk di depan saya. Baik lah, saya sempat berpikir mungkin dia ganti baju begitu. Namun nggak tahunya rupanya dia kembali duduk di sebelah barat bersama sanak saudaranya.
       Saya jadi berpikir kenapa Yogi melakukan itu kepada saya. Kenapa nggak ke orang lain saja? Atau ke pemuda SMA di kampung kami begitu, supaya mereka termotivasi untuk bisa kuliah dan masuk UNEJ misalnya. Lagipula, saya tidak peduli dengan asal kampus dia. Mau dari UI, ITB, dll, sama sekali tidak peduli saya. Hanya saja, saya tidak suka dengan cara dia dalam menempatkan diri. Di acara jalan sehat RT mengenakan kemeja kampus, yang benar saja. Cara dia tidak merepresentasikan mahasiswa sama sekali. Itu yang saya tidak suka. Hari Minggu mengenakan kemeja kampus, mana ada mahasiswa lain seperti itu kalau bukan Yogi ini. Tentu saya merasa terganggu, sebab dia ini adalah pemuda dari RT kami. Kalau mahasiswa yang mengenakan almamater kampusnya di gerbong saya tidak begitu terganggu. Kenal saja tidak kok. 
       Sebelum diadakan acara jalan sehat ini, ibu saya pernah buat tebak-tebakan untuk saya. "Hayo anak sini siapa hayo yang sangat kelihatan menunjukkan bahwa dirinya adalah mahasiswa?" Ibu saya sambil tersenyum saat melontarkan pertanyaan tersebut kepada saya. Dengar pertanyaan itu saya bingung "masa iya saya?" dalam hati saya. Nah, terus ibu saya bilang "Yogi". Mendengar jawaban itu, saya diam saja saat itu. Saya kira jawabannya adalah saya begitu. 
        Saya mereka-reka mengapa Yogi bisa duduk pas di depan saya saat itu. Saya jadi ingat sesuatu, di mana ketua RT kami mengumpulkan lima pemuda, salah satunya adalah Yogi. Kelima pemuda ini adalah pelajar di perguruan tinggi. Yang sudah sarjana tiga orang, termasuk penulis sendiri. Sisanya belum termasuk Yogi. Ketua RT mengumpulkan kami sembari menaruh harapan besar pada kami agar kami mengadakan proker yang bermanfaat di lingkungan RT. Nah, di sela-sela perkumpulan itu, Yogi menyampaikan pendapat. Isi pendapatnya dia ingin mengadakan klinik halal dalam rangka mewujudkan industri yang halal. Dia menyampaikan teori plus teknis proker tersebut. Nah, saat itu saya kritik bahwa nggak semua teori atau acara kampus sesuai dengan kondisi sosio-kultural di lingkungan RT ini. Lebih baik adakan klinik sehat saja. Yang gratis kalau bisa. Pernyataan dari saya soal klinik sehat itu adalah sindiran saja. Saya sampaikan banyak hal di sana, terkait dengan prinsip manajemen dan lain-lain. Sayang tidak bisa saya tulis di sini semua. Yang pasti dalam merencanakan proker kita harus tahu, latar belakang kita mau buat proker itu apa dulu. Kita mau menjawab permasalahan apa dengan adanya proker tersebut. Tujuannya apa, harus jelas. Sasarannya siapa begitu. Dan kira-kira manfaat dari proker itu ke depan apa. Kalau punya Yogi itu proker tapi proker gak jelas dan sifatnya jangka pendek. Mungkin karena kritik dari saya itu, dia jadi sombong ke saya ya. Ya nggak tahu lagi, namanya saja mungkin. Bisa benar bisa salah. 
       Pelajaran yang bisa diambil adalah jangan pernah sombong kepada siapa pun. Apa yang mau kita sombongkan? Wong semua yang kita punya ini adalah titipan yang Maha Esa. Lebih-lebih menyombongkan nama kampus. Nggak cocok di saya itu. Kok ada mahasiswa sombong dengan nama kampusnya itu ya. Coba baca lagi surah Luqman ayat 18 itu. Ayat itu adalah nasehat bagi kita manusia untuk tidak berlaku sombong. Kalimat penutup dari saya "kampus boleh akreditasi C, kampus boleh tidak maju, kampus boleh dipandang sebelah mata, tetapi tujuan kita sebagai mahasiswa tetap sama, yakni menjadi manusia terpelajar dan membawa perubahan bermanfaat bagi orang lain."
       

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?