Aku Ini Mau Engkau Apakan Ya Allah?

       Hari Kamis ini adalah hari yang kelam untuk saya. Saya jadi berpikir apa karena saya tidak puasa ya? Dari hari sebelumnya itu, saya berniat untuk puasa Kamis. Bahkan hari Kamis, saya itu bangun jam 02:30. Maafkan saya ya Allah, saya mengurungkan puasa itu karena saya banyak tugas yang belum selesai dan kemudian saya ada praktik mengajar. Saya tadi itu sempat merasakan nggak enak sudah. Hati saya itu seperti berkata "puasa saja, sudah niat dari jauh hari kok, Allah mau kamu berpuasa." Barangkali, Allah sakit hati karena perasaannya dimainkan oleh saya. 
       Pagi asam lambung saya naik. Saya minum obat antasida. Nggak tahu pikiran saya kemana-mana mungkin itu yang membuat asam lambung saya naik. Sampai ke tempat tujuan, saya kembali dikejutkan dengan hp saya yang tertinggal. Padahal saya ingin mengerjakan tugas. Tugasnya ada di hp saya. Ya Allah sebenarnya apa sih yang Engkau mau dari saya. Saya ini lemah, kenapa selalu disiksa setiap hari. Saya ini sakit hati terus karena perlakuan yang tidak mengenakkan dari teman-teman saya. Saya nggak sebut siapa. Kayak saya ini diambil butuhnya terus begitu. Saya ini baik pol sudah. Disakiti pun saya tetap baik, nggak pernah dendam. 
       Saya praktik ngajar siang hari jam 11:00-12:10. Karena hp saya tertinggal di rumah, saya tidak tahu kalau ada info perkuliahan jam 11:30. Sekitar jam 12:30 itu saya ada perkumpulan dengan guru pamong. Setelah itu saya sholat dhuhur di sekolah. Sampai rumah itu saya sekitar pukul 13:30. Saya lupa makan setelah sampai rumah. Saya hanya makan roti saja dari tadi. Nggak tahu ya pikiran saya itu berkecamuk, hati tidak tenang. Rasanya ingin mual. Memang saya agak kurang fit tadi.
      Jam 14:30 saya ada kuliah, saya sendiri belum selesai dengan tugas kuliah yang ada. Akhirnya, saya coba usul ke PJ agar yang presentasi itu perwakilan kelompok saja. PJ chat di grup kemudian. Saya chat teman saya, dia siap katanya tapi takut salah. Saya oleh PJ di chat pribadi agar saya ikut merespon. Saya respon lah kemudian kalau kelompok saya Alhamdulillah siap. Setelah diskusi dimulai, rupanya kelompok saya ini tidak siap. Saya pun juga tidak siap. Teman-teman yang lain dari kelompok saya semuanya juga tidak siap. Akhirnya saling tunjuk pun di sini terjadi. Di sini Allah memperlihatkan saya betapa busuknya hati teman-teman kelompok saya. 
       Padahal, jauh-jauh hari sudah ditentukan kelompok, tiga orang pegang matkul PSE dan 3 orang pegang matkul PPA II. Nah saya pegang PSE. Tapi saya yang disuruh presentasi PPA II oleh teman saya. Tidakkah mereka ingat bahwa saya banyak memberikan kontribusi saat presentasi di kelompok saya. Itu dari semester satu. Tetapi saya terus dikhianati seperti upload tugas tidak mengabari saya dulu. Saya ini kan juga manusia ya, punya perasaan. Jadi tolong lah hargai saya seperti itu. Oh lucu tadi itu, teman-teman saya saling tunjuk seperti anak kecil. 
     Ada satu hal yang menjadi keraguan dalam diri saya "kenapa ya saya tidak berani maju?" Padahal sebelumnya, saya sudah tahu pekerjaan saya salah, tapi saya itu berani maju. Kini keraguan itu terjawab sudah. Rupanya teman-teman saya itu memanfaatkan diri saya saja. Alhamdulillah saya mengucap syukur, saya jadi tahu kebusukan hati mereka. Setelah tunjuk-tunjuk tidak selesai, tiba dosen memanggil kelompok kami untuk kesekian kalinya. Namun kami tidak ada yang presentasi begitu. Itu membuat beliau marah sekali. Kelihatan sekali dari raut wajah beliau begitu. Akhirnya saya berkata pada dosen saya bahwa pekerjaan kami semua itu salah. Sehingga dari kami tidak ada yang mau presentasi. Wah kelompok kami dihajar habis-habisan pokoknya oleh dosen kami. Karena dosen kami adalah DPL PPL kami. Tentu saya sebagai beliau kalau dihadapkan dengan situasi seperti ya juga emosi. Masa dari enam orang, satu pun gak ada yang berani tampil? Teman saya asal nunjuk-nunjuk saya seperti tidak sedang merasa bersalah. Maksud saya, jangan lah menggantungkan diri pada orang lain terus. Ini jelas kejadian ini bukan tanpa sebab. Ada sebabnya saya yakin, yaitu agar Allah tahu bahwa kelompok saya ini semuanya pengecut. Masa tadi bilang siap, setelah itu gak siap. Saya oleh dia disebut plin-plan. Lah dirinya apa? 
       Saya tidak tahu kenapa kelompok saya begitu kejam terhadap saya. Salah saya ini apa? Mereka membuat saya marah, tapi saya tidak boleh marah oleh mereka. Kalau saya marah, mereka justru lebih marah dari saya. Saya ini bingung saya ini mau diapakan ya oleh Allah. Jangan tanya kesabaran saya sudah. Saya sangat sabar menghadapi teman-teman kelompok saya itu. 
      Teman-teman dari kelompok lain chat di grup besar dan menuding kelompok kami ini tidak sportif. Semua kelompok tampil, tetapi kelompok kami saja yang tidak mau tampil. Salah kan tidak apa-apa toh dikoreksi oleh dosen, kata salah satu teman saya. Jujur begitu dosen memarahi kelompok kami, saya ini mau tampil presentasi, tapi kenapa seperti ada yang menahan saya ya? Apa ini petunjuk dari Allah begitu. Akhirnya, setelah perkuliahan selesai, saya meminta maaf kepada teman-teman saya di grup besar dan teman-teman kelompok saya. Banyak teman-teman di grup besar komentar positif kepada saya. Nah, di grup kelompok saya, hanya satu orang yang komentar. Yang lain hanya read saja. Saya merasa gak ada harga dirinya di dalam kelompok saya ini. Tapi saya sabar saja. Karena Allah memberikan kabar gembira bagi hambanya yang sabar. 
     Saya chat PJ, saya sampaikan maaf saya. PJ saya ini berkata "harusnya teman kelompoknya sampean itu ikut bantu bicara pada dosen, supaya tidak hanya sampean saja yang dimarahi oleh dosen." Teman-teman saya itu memang saat itu diam semua tidak ada yang bersuara. Mereka lempar batu sembunyi tangan. Ini mental teman-teman pengecut ya. Saya jadi sadar bahwa ini adalah ketetapan Allah dan ujian untuk saya. Loh saya semalam itu sholat tahajud 8 rakaat, pagi sholat Dhuha 8 rakaat, hanya semata-mata ingin jalan saya dilancarkan oleh Allah. Namun ternyata ujian yang saya dapatkan. Terus begitu ujian datangnya bertubi-tubi. Asam lambung saya naik itu apa kalau bukan karena dapat ujian? 
     Setelah saya curhat ke teman sesama guru saya, memang dalam kelompok itu seperti itu. Teman saya melakukan itu kepada saya karena mereka percaya sama saya. Takaran kerja pada kelompok itu gak ada yang sama rata, pasti ada yang 70%, 15%, dst. Nah saya ini oleh kelompok saya yang dipercaya untuk tampil presentasi. Tapi anehnya kenapa saya ini berat untuk tampil presentasi? Itu loh yang saya cari-cari kenapa. Saya juga ikut jadi pengecut di sini. Jujur, saya malu pada diri saya sendiri. Wong saya yang dipercaya oleh teman-teman saya, tapi saya tidak presentasi begitu loh. 
       Saya ini tidak tahu ya, selama mengikuti perkuliahan PPG, bukan kebahagiaan atau kedamaian yang saya dapat. Saya juga tidak tahu. Justru saya mendapatkan ujian terus menerus. Jujur, saya ini ingin berbeda dengan saya yang di SMA dan S1 dulu. Di mana saat itu saya ialah anak yang dingin dan antisosial. Di PPG ini saya bersosialisasi sama seperti saat saya mengajar 2 tahun di sebuah sekolah dasar di Jember. Karena di sekolah tersebut kehadiran saya disambut baik dan dihargai. Saya kira dengan bersosialisasi seperti di SD tempat saya mengajar dulu, saya mendapat perlakuan sama oleh teman-teman PPG. Rupanya tidak demikian. Dari yang awalnya orang bertemu saya tunduk dan menghargai, kemudian saya terbuka, lalu orang seenak udelnya sendiri memperlakukan saya. Kata orang, orang baik dibalas dengan kebaikan, tetapi kok yang saya rasakan tidak demikian. Lantas kalau sikap saya berubah kemudian, mereka tidak terima. Loh sikap merekalah yang membuat saya berubah. Sekarang, saya pukul rata sudah, semua kontak teman perempuan di kelas PPG, saya hapus semua. Saya tidak pernah benci atau apa dengan mereka. Ini adalah saya saat S1 dulu. Tidak apa-apa saya tidak punya banyak teman, yang penting saya bahagia. 
      Memiliki teman baik adalah keinginan saya. Gimana sih rasanya memiliki teman baik? Ada teman pondok saya berkata "rugi kamu kuliah 4 tahun lamanya tapi tidak punya teman. Kalau punya teman kamu kan bisa jalan ke rumahnya." Tapi teman saya ini tidak tahu, bahwa tidak ada teman yang cocok untuk saya. Teman yang cocok itu ada di sekolah tempat saya mengajar dulu. Mereka bukan teman lagi, melainkan keluarga bagi saya. Dengan mereka, saya selalu bahagia. Karena mereka lah, saya bisa bercanda ria dan tertawa. Awal masuk kerja saya itu diam begitu, sama seperti saat S1 dulu. Tetapi karena kehadiran teman-teman saya, saya jadi lebih terbuka dan tidak pendiam seperti dulu. 
       Selama mengikuti PPG ini, terus terang saya keluar dari jati diri saya yang asli. Saya tidak menunjukkan karakter asli saya, semata-mata agar saya dapat berteman baik dengan teman baru saya. Saya itu tidak tahu ya, dari saya SMA sampai mengikuti PPG sekarang, gak pernah cocok dengan teman-teman saya. S1 dulu ada PPL, dengan teman PPL itu pun saya juga tidak cocok. Di kelas kampung Inggris Pare, ya sama tidak cocok dengan temannya. Satu yang membuat tidak cocok, mereka kurang menghargai saya. Tapi karena tidak cocok itu, teman saya merasa segan dan sungkan meminta pertolongan pada saya. Teman saya itu juga malu berbicara sama saya. Bukan hanya teman, tapi murid-murid di tempat PPL saya dulu juga demikian. Mereka terlihat sungkan dan malu begitu saat ngobrol bersama saya. 
       Di tempat PPG, saya tidak menunjukkan karakter asli saya, karena banyak perempuan di kelas saya. Saya takut karena rawan sekali begitu. Saya takut mereka ada perasaan sama saya kalau saya menunjukkan karakter asli saya. Ibu saya pernah menasehati saya untuk tidak menunjukkan karakter asli saya. Tujuannya supaya tidak ada wanita yang menyukai saya begitu kata ibu saya. Ibu saya ingin menjadikan saya laki-laki langka begitu. Akhirnya saya menunjukkan hal lain dari pribadi saya. Di grup, selalu nimbrung. Di kelas, saya coba bercanda, walaupun berat untuk saya. Dari awal pribadinya pendiam menjadi ceria. Saya coba tampil beda semata-mata agar bisa bergaul baik dengan teman saya mengingat kuliah PPG ini hanya satu tahun. Ternyata Allah tidak menginginkan itu. Allah ingin saya menjauh dari mereka. 
       Semoga dengan ujian seperti ini, tidak membuat saya berhenti untuk terus berbuat baik. Niat saya memang ingin berbuat baik kepada manusia semata-mata karena Allah. Apa yang terjadi saat ini, kemarin, dan besok adalah ketetapan-Nya. Memang saya dijadikan tidak pernah cocok bergaul dengan teman saya. Allah dalam hal ini punya penilaiannya sendiri. Ada maksud dan tujuannya. Saya percaya rencana Allah itu baik. Walaupun saya diuji bertubi-tubi. Dari awal ikut PPG, saya sudah diuji kesabarannya menghadapi teman-teman saya. Rasa sakit, kecewa, sedih, ada dalam diri saya semuanya. Tetapi dalam tulisan ini, saya tidak bisa menyebutkan satu persatu sifat teman saya yang membuat saya sedih, kecewa, dst. Panjang sekali kalau ditaruh di sini nanti. Apa pun itu, saya tetap harus sabar menghadapi ujian ini. 
      Saya itu tidak tahu ya. Apa orang baik itu selalu mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang lain? Tetapi Allah menuntut saya untuk sabar menghadapi itu semua. Walau saya diremehkan, direndahkan, didholimi, dst. Dengan dijauhkannya saya dengan teman-teman saya, saya percaya ini adalah rencana yang baik dari Allah. Saya pernah mendengar ceramah apa yang terjadi menimpa saya ini adalah bukti cinta dan kasih sayang Allah kepada saya. Kalau Allah gak sayang, gak akan turun ujian seperti ini. Saya harus bangga karena sebentar lagi saya akan naik kelas. Dengan dijauhkannya saya dengan teman-teman saya, itu Allah ingin saya dekat dengan-Nya. Sholat dan takwa yang melindunginya saya agar saya tidak berada di lingkungan yang negatif. Karena itu Allah memisahkan saya dengan teman-teman saya. Karena teman-teman saya itu tidak baik. Mereka hanya mengambil butuhnya saja. Mereka tidak mempedulikan perasaan saya. Teman seperti ini memang gak layak untuk diajak berbicara. Karena jatuhnya nanti pasti akan menindas. Karena ujian ini, saya ingin kembali seperti saya yang SMA dan S1 dulu. Tidak punya banyak teman, tapi hidup saya itu ringan. Nggak ada orang yang menyakiti perasaan saya. Takut semua teman-teman saya saat itu pada saya. 
        Dalam tulisan ini, saya hanya minta, jika pembacanya adalah teman saya sendiri. Tolong hargai saya. Sudah itu saja, saya nggak minta yang lain. Cara menghargai saya bagaimana ya kembali pada teman-teman saya. Namun, teman saya ini sulit sekali begitu untuk dipercaya. Dari sini saya dibuka matanya oleh Allah, oh begini lah sifat asli teman saya. Tapi saya sabar dan tidak marah akan hal itu. Lama kelamaan kok saya tambah dipijak-pijak. Saya pijak mereka balik, mereka tidak mau. Mereka belum tahu reputasi saya soalnya. Kalau tahu, gak akan berani mereka melakukan itu. Jujur, saya itu belum menerima sepenuhnya diperlukan seperti ini. Tetapi saya juga tidak ingin membalas teman-teman saya. Saya serahkan semuanya pada Allah. Kalau yang merendahkan saya lebih tinggi derajatnya dari saya, saya biasa saja. Nah, ini teman ecek-ecek merendahkan saya. Ibarat semut berani merendahkan gajah. 
       Saya juga tidak tahu, apa yang Allah mau dari saya. Ibadah saya lancar, sholat wajib dan sunah jalan, ngaji sudah, menyebut nama-Nya sudah, bersholawat sudah, berbuat baik terhadap sesama makhluk sudah, infak setiap Jumat sudah, dst. Tapi ujian saya datangnya bertubi-tubi tak kenal waktu. Kadang saya berpikir "Ya Allah aku ini mau Engkau apakan? Apa yang Engkau mau dari hamba?" Semoga saya bukan termasuk hamba amatiran seperti yang dikatakan oleh Gusdur. Saya yakin saja ini memang jalan-Nya. 

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?