Pentingnya Penanganan Sampah Secara Terpisah sebagai Bentuk Respect terhadap Tukang Sampah di Lingkungan RT 001/RW 007 Kelurahan Jember Lor

       Setiap pagi, saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar lingkungan RT saya. Setiap jalan-jalan itu, kerap sekali saya bertemu dengan pak Mistar, tukang sampah di RT kami. Beliau dengan gagahnya mendorong gerobak sampah sambil mengambil tong atau karung beras berisi sampah yang biasa diletakkan di sudut-sudut rumah warga. Ada kejadian yang menyita perhatian saya di sini. Yaitu warga masih gemar membuang sampah seenaknya di dalam karung atau tong tersebut. 

      Di lingkungan RT kami, warga membuang sampah seenaknya sendiri. Dalam satu karung atau tong sampah misalnya, itu isinya sampah organik dan anorganik. Kedua jenis sampah tersebut campur jadi satu tanpa dipisahkan. Oleh karena itu, ketika karung atau tong tersebut diambil sampahnya, lalu kemudian dipindahkan ke dalam gerobak pak Mistar, bau menyengat pun menghiasi segarnya udara. Dan gerobak pak Mistar ya juga jadi kotor sekali. Bagi saya, ini adalah masalah serius yang harus segera diselesaikan. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan dari saya adalah penggunaan kantong plastik. Jadi, sampah-sampah rumah (anorganik dan organik) ditaruh di dalam kantong plastik secara terpisah. Atau kalau perlu, khusus sampah organik dikubur saja di dalam tanah. Itu bermanfaat sekali untuk tanah, dan yang kedua tidak mencemari lingkungan udara.

       Sebagai warga, jujur saya kasihan melihat pak Mistar memerangi bau sampah yang menyengat setiap hari. Bukan soal pengalaman, tapi ini soal respect. Saya tahu beliau sudah puluhan tahun bekerja menjadi tukang sampah. Saya yakin beliau tidak ada masalah soal penanganan sampah oleh penduduk setempat. Karena memang beliau sudah terbiasa seperti itu. 
     
      Kita sebagai warga perlu respect terhadap pekerjaan tukang sampah. Untuk itu, kita perlu meringankan pekerjaannya. Caranya ialah mengumpulkan sampah di dalam kantong plastik. Tentu sampahnya perlu dipisah di sini. Sampah organik taruh di kantong plastik A, dan anorganik di B begitu. Dengan demikian, pekerjaan pak Mistar menjadi mudah. Pertama, beliau hanya perlu mengambil kantong plastik yang diletakkan di sudut rumah warga, lalu tinggal buang sudah ke dalam gerobaknya. Di sini, beliau tidak perlu mondar-mandir, ngambil tong sampah warga, memasukkan aneka sampah dalam tong ke dalam gerobaknya, kemudian mengembalikan tong tersebut kembali. Repot, menurut saya ini repot. Kedua, beliau tidak perlu cuci gerobak sampahnya begitu. Karena dijamin bersih gerobaknya jika sampah-sampah diletakkan dalam kantong plastik. Kalaupun ada kotor atau bau, saya rasa gak separah sebelumnya lah. 

       Menurut informasi yang saya peroleh, pak Mistar ini bertugas mengumpulkan sampah di lingkungan RT 003, 004, dan RW 008. Setiap pagi beliau berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengambil sampah warga. Sebelum pada akhirnya beliau membawa sampah-sampah warga tersebut ke TPS yang terletak di jalan Cendrawasih kelurahan Jember Lor. Dan beliau melakukan itu seorang diri. Saya teramat kasihan mengingat jarak tempuh dan luas wilayah kedua RT dan RW tersebut cukup luas begitu. Dan beliau mengumpulkan sampah dengan jalan kaki sambil mendorong gerobak sampahnya. Usia beliau sudah tua begitu. Saya harap pihak yang memangku jabatan tertinggi di lingkungan RW ini melek sedikit. Tambah satu hingga dua tukang sampah lagi yang lebih muda atau apa begitu. Atau fasilitasi tukang sampah dengan sepeda motor Tosa misalnya.
       
      Orang kita ini masih primitif pemikirannya tentang pentingnya penanganan sampah yang baik dan benar. Sangat berbeda sekali dengan Jepang. Di sana penanganan sampah ditangani dengan baik. Bahkan Jepang pernah disebut-sebut sebagai negara terbersih dan peduli akan lingkungan. Sebagai contoh, supporter sepak bola Jepang selalu melakukan kegiatan unik pasca pertandingan sepak bola. Mereka semua datang ke stadion dengan membawa kantong plastik yang besar. Kemudian mereka mengumpulkan sampah-sampah yang berserakan di dalam stadion. Sampah supporter lain pun juga mereka bersihkan. Bahkan aksi ini pernah viral dan mengundang jutaan mata untuk mengapresiasinya. Dan setelah aksi tersebut, banyak supporter sepak bola dari negara lain yang meniru aksi positif dari supporter Jepang tersebut. 

       Dalam penanganan sampah, negara berkembang seperti Indonesia ini sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang. Di Jepang itu pekerjaan sebagai tukang sampah sangat dihargai oleh pemerintah. Warganya pun juga mau ditata. Lain halnya dengan Indonesia, sudah ada tulisan larangan membuang sampah di sungai, tetap tidak dihiraukan tulisan tersebut. Warga justru tetap membuang sampah di sungai. Ini adalah perbedaan mendasar pola pikir warga kita dengan Jepang. Coba lihat di Jepang, warganya disuruh memisahkan sampah ke dalam kantong plastik oleh pemerintah, mereka nurut begitu. Nggak ada yang melawan atau bahkan protes. Di Indonesia nggak ada aturan semacam itu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena memang pemerintah kita tidak menghargai pekerjaan seorang tukang sampah. Alhasil, sampah-sampah di Indonesia khususnya di tempat tinggal saya nggak karuan proses penanganannya. Semua sampah campur jadi satu di sana. Sebut saja  tulang ayam, sisa sayuran kemarin malam, kulit buah naga, kardus minuman mineral, bungkus Indomie, dst. Sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan Jepang begitu. Pembaca kalau ingin tahu penanganan sampah di Jepang, boleh kunjungi link YouTube berikut; 
https://youtube.com/shorts/dz408ZLKQBo?feature=shared
https://youtube.com/shorts/ewLTDPFH-ko?feature=shared

      Kemarin setelah mengantar ibu dari pasar, saya sempatkan untuk mengamati TPS yang terletak di jalan Cendrawasih, dekat rumah saya. Saya amati rupanya banyak sekali kantong kresek besar warna hitam dan putih di luar area TPS. Batin saya, penggunaan kresek besar tersebut sudah benar. Dan itu menurut saya cukup meringankan pekerjaan tukang sampah. Hanya saja mohon maaf, masalahnya di sini ialah, sampah-sampah di dalam kresek tersebut masih belum dipisahkan. Jadi saya sempat melihat ada bungkus rokok, aneka bungkus makanan, sendal, botol air mineral, dst. Andai saja kalau dipisahkan proses penanganan sampahnya, jauh lebih disiplin dan rapi begitu menurut saya. Jadi kresek warna merah misalnya, itu isinya botol bekas air mineral saja. Nggak boleh diisi oleh sampah yang lain loh. Kresek warna hitam misalnya, itu diisi dengan kulit buah-buahan saja, sudah khusus untuk kulit buah saja gak boleh kulit yang lain. Menurut saya itu lebih rapi dan tentu disiplin. 
  
       Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak khususnya saya pribadi untuk lebih pandai dalam hal penanganan sampah. Bagi saya, tukang sampah itu sudah sangat sabar dan ikhlas loh. Kita membuang sampah campur-campur seperti itu, tukang sampah gak pernah protes atau memarahi kita lalu berkata "jangan gitu kalau buang sampah. Itu salah, kalau gini saya yang repot." Nggak pernah tukang sampah bilang begitu. Kita seharusnya berterima kasih banyak dengan tukang sampah walaupun kadang keberadaannya kurang dihargai. Oleh karena itu, sudah sepantasnya sedari ini kita perlu belajar bagaimana cara penanganan sampah yang baik dan benar sebagai usaha untuk menghargai pekerjaan mereka. Karena kalau bukan kita siapa lagi? Dinas Lingkungan Hidup? Halah mereka tahunya cuma nyuruh-nyuruh doang. Menyuruh bawahannya untuk memindahkan sampah dari TPS daerah ke TPS utama yang terletak di kecamatan Pakusari. Cobalah datang bawa program dan sosialisasi ke rumah-rumah warga tentang pentingnya penanganan sampah yang baik dan benar. Program pemerintah Jepang tentang penanganan sampah kalau perlu adopsi dan diterapkan di sini. Kalau kerjanya nyuruh-nyuruh saja anak kucing juga bisa. Sekian terima kasih 


Membuang sampah bukan soal membeli, memakai, lalu buang begitu saja. Tetapi ada pendidikan karakter yang terselip di dalamnya. (Galuh Riyan Fareza)










Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?