Dialog Seputar Lintrik dengan Ibu Penjual Es Degan

       Bulan kemarin, saya mengantarkan adik penelitian di kolam renang Botani, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember. Saya tidak berniat menemani adik saya masuk sampai ke dalam kolam renang karena adik saya juga ditemani dengan dua orang temannya. Saya takut kehadiran saya menganggu mereka. Karena itu, biarlah saya tunggu di luar saja sambil minum es degan. Kebetulan letak warung es degan tidak terlalu jauh dari kolam renang tersebut. 
 
      Ikatan emosianal saya dengan warung es degan ini bisa dibilang sangat erat begitu. Karena dulu selama saya pulang dari kampus, saya sering mampir di situ. Alasannya satu, es degannya cocok di saya. Bagi saya, minum es degan di tempat ini sedikit menumbuhkan nostalgia saya akan masa kuliah yang dulu begitu. 

      Di tengah-tengah saya minum es degan, saya bilang ke penjualnya "Bu maaf, apakah saya boleh numpang duduk di sini sampai nanti? Saya di sini sembari menunggu adik saya yang sedang penelitian di kolam renang depan sini. Kira-kira jam satu dia sudah selesai Bu." Ibunya menjawab "oh iya tidak apa-apa, silahkan sudah." Ibunya kemudian bertanya "rumahnya di mana mas?" Saya jawab "di Kreongan Bu." Ibunya lalu merespon "oh kemarin saya punya tamu dua dari sana."

       Jujur mendengar kata tamu, di telinga saya serasa punya konotasi lain. Saya coba kembali bertanya "tamu saudara ya Bu?" Ibunya bilang "iya tamu itu mas, dua cewek minta tolong dipasangkan lintrik ke saya." Mendengar kata lintrik itu saya tidak bingung karena sebelumnya saya sudah pernah dengar dari teman sesama guru. Dulu beliau menasehati saya "jangan terlalu menutup diri terhadap perempuan. Silahkan ngobrol secara langsung atau pun lewat chat silahkan asal kamu punya batasan yang jelas. Jangan sampai kamu memberikan harapan kepadanya. Wanita itu kalau dikasih harapan, nekat soalnya. Pun juga jangan terlalu cuek terhadap wanita, kena lintrik nanti bahaya kamu. Lintrik itu susah menghilangkannya soalnya. Terakhir, jangan pernah menyakiti perasaan wanita, karena wanita itu temannya banyak. Bisa nyebar, nanti kamu yang dijadikan musuh. Ingat wanita itu kalau marah jahat, bahkan lebih jahat dari marahnya laki-laki yang marah." Dan masih banyak lagi nasehat beliau yang tidak bisa saya taruh di sini semuanya.

      Di sini, mari kita fokus pada lintrik. Lintrik atau guna-guna merupakan ilmu yang digunakan untuk membuat seseorang terngiang-ngiang atau bahkan jatuh cinta dengan kita. Jujur, saya merasa aneh saja, rupanya di zaman seperti ini masih ada saja ilmu-ilmu seperti itu. Lalu saya tanya kemudian pada penjual es degan "kalau boleh tahu, tamu anda dari mana saja Bu?" Beliau menjawab "oh banyak, ada yang dari Ajung, Rambi, Panti, Patrang pun juga ada, sama di atas sana Sukorambi." Terus saya tanya lagi "tamu anda kebanyakan perempuan atau laki-laki?" Ibunya jawab "laki-laki ada, tetapi kebanyakan perempuan. Karena kalau laki-laki itu kan kalau suka perempuan malu dan takut ditolak. Oh tapi kalau perempuan berani nak."

       Nah, setelah itu saya tanya kembali "berapa kira-kira biaya untuk menggunakan lintrik itu Bu?" Ibunya jawab "kalau sama saya murah, nggak seperti yang lain. Kalau saya lintrik saja 100 ribu kadang 150 ribu, tetapi kalau sama susuknya jadi 200 ribu. Kalau mijit (menggugurkan janin dalam rahim wanita) itu tergantung, bisa 50 ribu hingga 100 ribu." Saya tanya kembali "susuk ini apa lagi Bu?" Ibunya menjawab "susuk itu digunakan supaya wanita tampak lebih cantik dan muda. Sehingga banyak laki-laki yang terpanah setelah melihatnya." Saya tanya kembali "beli di mana susuk itu bu?" Ibunya jawab "loh nggak beli, saya sendiri begadang di samping kuburan sambil baca mantra. Nanti keluar sendiri itu susuknya dari tanah." Nah kemudian ngomong-ngomong soal mijit di atas tadi. Saya tanya ke ibunya "Bu di zaman sekarang apa memang ramai perempuan yang menggugurkan janinnya?" Ibunya jawab "oh ya banyak tamu saya yang minta mijit ke saya. Lah gimana orang dia sudah terlanjur malu. Mau nikah masih sekolah. Yang laki-laki juga masih sekolah dan tidak mau tanggung jawab." Saya mendengar itu lemes saya. Saya langsung mengelus dada karena saya juga punya adik perempuan. Ibunya lalu menambahkan "zaman sekarang itu susah nyari perempuan benar nak." Dalam hati saya "saya masih percaya ada perempuan baik-baik di dunia ini."

       Selanjutnya, saya bertanya kembali "bagaimana cara masang lintrik itu Bu?" Ibunya menjawab "cukup serahkan namanya siapa, kemudian sama fotonya." Saya tanya lagi "cuma itu saja Bu? Tanda lahir atau weton atau semacamnya nggak usah Bu?" Ibunya jawab "nggak usah kalau sama saya, kan nanti ketahuan sendiri. Tapi saya harus melek tengah malam nak tahajud. Oh iya dong harus tahajud dulu nak, setelah itu ngaji supaya lintrik yang terpasang sangat kuat. Kalau yang lain yang penting asal pasang saja. Kalau saya nggak. Harus tahajud, ngaji, dan didoakan." Lalu saya lompat ke pertanyaan selanjutnya "apa yang dirasakan oleh korban yang terkena lintrik Bu?" Ibunya jawab "oh stres nak dianya. Bawaannya tuh pingin bonceng perempuan (pelaku) itu terus. Oh terang nak wajahnya perempuan itu di pikirannya. Dia makan jadi nggak enak. Muncul rasa malas dalam beribadah dan rasa malas dalam bekerja. Kesehariannya dihabiskan melamun perempuan itu terus nak (pelaku)." 

     Selanjutnya saya bertanya "lalu bagaimana Bu cara korban agar terbebas dari lintrik si perempuan itu?" Ibunya jawab "ya caranya harus pasang payung (penghalang) nak." Jujur saya tidak ngerti dan kembali bertanya "maksudnya gimana Bu?" Ibunya kembali menjawab "ya harus dilawan pakai payung (penghalang) nak. Supaya korban bisa bebas dari lintrik." Saya tanya "nggak ada cara lain apa Bu? Misalnya entah minum apa begitu atau dilawan dengan bacaan doa?" Ibunya jawab "oh sulit nak kalau sudah terkena lintrik. Apalagi lintriknya ada isinya seperti punya saya. Ya cara satu-satunya ya dengan pasang payung itu tadi sebagai penangkal atau obatnya." Saya tanya kemudian "berapa kalau pasang payung itu Bu?" Ibunya menjawab "kalau di saya 50 ribu?" Lalu ibunya bilang ke saya "ini nak nama-nama orangnya (korban lintrik)  ada di dalam buku saya. Foto-fotonya juga punya saya. Sebentar saya ambil ke dalam." Waduh mendengar itu saya langsung bilang ke ibunya "oh nggak perlu Bu."

        Saya lalu dengan nada rendah bertanya "Bu kenapa mereka menggunakan lintrik itu? Bukannya jodoh itu sudah diatur oleh Tuhan?" Ibunya jawab "ya gimana kalau sudah terlanjur cinta. Perempuan itu nekat nak. Meski laki-lakinya sudah punya istri, tapi kalau sudah cinta, beh terus jalan mereka nak. Bahkan kalau sudah terkena lintrik ini, laki-lakinya bisa cerai sungguhan nak. Sekarang kan banyak kasusnya yang seperti itu. Kayak kemarin itu di sini, guru menceraikan istrinya demi menikahi seorang murid dari sekolahnya sendiri." Saya tanya "memang bisa sampai ke pelaminan sungguhan apa dengan cara seperti itu Bu?" Ibunya jawab "oh iya dong. Kalau sudah kena lintrik, apalagi lintriknya kuat, pasti sampai ke pelaminan sudah itu nak."

      Kemudian saya sedikit curhat "lalu bagaimana dengan saya Bu? Saya masih belum tertarik dengan seorang perempuan sampai saat ini. Walaupun perempuannya cantik sekali pun lah. Saya ingin fokus karir dan membahagiakan kedua orang tua saya dulu Bu. Kalau kata ibu saya, laki-laki itu tidak terlambat. Saya jadi takut terkena lintrik itu Bu." Ibunya bilang "ya pokoknya nanti kalau kamu dikasih jajan atau minuman oleh perempuan, jangan diminum. Bawa pulang saja tidak apa-apa. Nanti sampai di tengah jalan buang saja. Takutnya ada lintriknya di sana. Atau kalau kamu takut, kamu pasang payung ke saya 50 ribu saja. Nanti setelah kamu siap menikah, saya lepas payungnya. Kalau tidak dilepas tidak laku dan tidak akan ada perempuan yang tertarik menikah denganmu nanti." Dalam hati saya, gila apa saya pasang payung seperti itu segala. Karena jujur, saya tidak percaya dengan ilmu-ilmu lintrik seperti itu. Saya merasa bisa menjaga diri saya sendiri tanpa perlu dipasang payung itu tadi. 

      Ibunya lalu menceritakan bahwa ada tamu dengan keluhan seperti saya. Dia itu tidak siap menikah. Karena dia ingin fokus karir. Lalu kemudian dia sadar bahwa ada wanita yang naksir sama dia. Setelah itu dia minta tolong pasang payung ke ibu penjual es degan ini. Dan beberapa hari kemudian, perasaan perempuan yang naksir itu tadi sirna kepada laki-laki ini. Perempuan itu tidak terlihat naksir kembali dengan kata lain. Alhasil, si laki-laki bisa fokus dengan karirnya. Nanti setelah siap menikah, laki-laki ini minta tolong lepaskan payungnya kepada penjual es degan itu. Kalau nggak dilepas, ya gak bakal laku seumur hidup laki-laki tersebut katanya. 

      Saya ngobrol dengan beliau itu lama ya, kurang lebih dua jam lah. Banyak yang saya obrolkan selain lintrik ini. Saya juga ngobrol masalah cara menghalau hujan. Kemudian saya juga ngobrol cara membuat usaha semakin laris. Perlu diketahui, saya ngobrol bersama beliau menggunakan bahasa Madura full. Hanya saja, dalam tulisan ini saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan modal bahasa Madura ala kadarnya, saya masih bisa memahami apa yang beliau katakan.

       Dalam tulisan ini, pembahasan hanya fokus seputar lintrik saja. Dan dari sini pula, saya ketahui bahwa ada ketidaksamaan antara yang disebut oleh teman saya dan penjual es degan ini. Kalau kata tema saya, tatkala mau pasang lintrik ini, ritualnya itu susah sekali. Pelaku harus telanjang bulat tengah malam di kuburan sambil baca-baca mantra yang diberikan dari dukun. Tetapi kalau kata penjual es degan itu, pelaku nggak perlu melakukan ritual. Yang melakukan ritual justru dukunnya sendiri. Dan kalau menurut teman saya, lintrik ini setidaknya perlu korban darah, misalnya darah ayam atau apa begitu saya lupa. Tetapi kalau kata penjual es degan, nggak perlu korban-korban seperti itu. Cukup sediakan uangnya saja beres. Terima kasih dan semoga kita senantiasa berada di bawah lindungan Allah SWT. Aamiin

      



      
 
      

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?