Maunya Menyalahkan Tetapi Tidak Mau Disalahkan

       Saya kira, kita musti jujur pada diri kita sendiri bahwa hobi menyalahkan adalah tabiat kita. Tetapi kita tidak mau disalahkan anehnya. Jujur iya atau tidak? Nah, itu merupakan bagian dari pengamatan saya selama ini. Saya tidak tahu kenapa kita itu suka menyalahkan tapi enggan disalahkan. 

        Sedari kecil, kita memang telah mengalami pendidikan yang salah dari orang tua. Anak berusia 2 tahun misalnya, kepala dia kepentok pintu, pintunya yang jadi tersangka. "Oh sayang kasihan. Nakal ya pintunya. Uhh sudah mama pukul pintunya. Udah jangan nangis lagi cupcucup." katanya. Ada lagi anak jatuh sendiri, lantainya yang bisa disalahkan oleh orang tua kita. Nah, dari pendidikan yang keliru ini, secara tidak langsung memberikan efek besar tatkala anak sudah mulai beranjak dewasa nanti. 

       Seperti tadi misalnya, saya menemukan video pengendara sepeda motor yang hendak menerobos perlintasan kereta api. Menurut anda ini benar atau salah? Iya salah kan. Petugas palang pintu sudah berusaha menyetop pengendara tersebut. Setelah kereta api melintas, pengendara tersebut coba tancap gas. Namun, yang terjadi dihentikan lagi oleh petugas karena akan ada kereta api susulan dari arah berlawanan (rel jalur ganda). Merasa tidak terima karena dihentikan, pengendara itu marah ke petugas palang pintu. Nah, akhirnya terjadilah cekcok di sini hingga viral di media sosial. Menurut saya bahaya sekali pengendara tersebut. Sudah salah tapi tidak mau merasa bersalah. Orang lain berhenti di belakang palang pintu, dia sendiri yang berhenti di depan palang pintu. Takutnya, kalau tertabrak kereta nanti, kan menyusahkan orang lain juga. 

       Ada lagi video rekaman cctv yang memperlihatkan seorang ibu tengah memarkir sepedanya di depan supermarket. Ibu tersebut lupa tidak menurunkan staker (dalam bahasa Jawa jagrak) sepeda motor tersebut. Akhirnya ibu beserta sepeda tersebut jatuh. Di samping ibu tersebut tampak seorang pemuda yang tengah duduk santai di atas sepeda motornya. Anda tahu apa yang terjadi? Ibu tersebut justru menyalahkan pemuda itu tadi. Padahal pemuda itu tidak ngerti apa-apa. Ini kan murni kesalahan atau kelalaian ibu itu sendiri. Lalu kenapa musti menyalahkan orang lain yang berada di sebelahnya? 

      Dulu saya juga pernah mendapatkan keluhan dari rekan sesama guru. Dia mengeluh lantaran ada beberapa anak yang bermasalah di kelasnya seperti suka jail ke temannya, tidak pernah mengerjakan PR, selalu datang terlambat, dst. Nah, begitu orang tua murid tersebut dipanggil ke sekolah untuk diajak kerja sama dalam menyelesaikan masalah tersebut, tampak beberapa wali murid terlihat membela diri dan tidak mau anaknya disalahkan. Padahal jelas anaknya memang bersalah dan sering berbuat onar di dalam kelas. Harusnya mereka berterimakasih kepada wali kelas yang bersangkutan. Mereka justru membela diri "Enggak Bu, anak saya kalau di rumah itu diam. Nggak mungkin dia di kelas berbuat seperti itu. Itu pasti ada pengaruh dari Rezki (teman sekelas anaknya) Bu." Aduh repot kalau sudah begitu dalam hati saya. Teman saya itu juga bilang bahwa murid tersebut diberi peringatan lisan masih belum mempan. Diberi peringatan fisik takutnya dilaporkan ke kantor polisi. Serba repot bukan? Salah satu cara yang bisa diambil adalah dengan mempertemukan wali murid. Biar wali murid sendiri yang melakukan peringatan fisik (tegas) terhadap anaknya. Dan maksudnya, dari pertemuan tersebut bisa ditemukan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

       Ada lagi satu kejadian unik di mana saya tengah bersepeda di sekitar jalanan Pare, Kediri. Tampak seorang remaja menaiki sepeda onthel hendak menyeberang jalan. Tahu kondisi jalan yang ramai, dia berhenti tepat di garis putih yang berada di tengah jalan. Lalu dari arah berlawanan tampak seorang pengendara sepeda motor memarahi remaja tersebut. Saya bingung melihat kejadian itu. Memang salahnya remaja itu tadi di mana? Saya kira dia berhenti di tengah saat kondisi jalan ramai itu sudah tepat. Kenapa dia yang disalahkan? Justru, kalau dia menerobos jalan yang ramai itu baru salah. Pemuda itu hanya berkata "lah kenapa jadi saya yang disalahkan bang?"

       Pernah, di jalan perkampungan yang berada di dekat rumah saya, saya tengah mengendarai sepeda motor. Di depan saya ada dua orang lansia dan satu perempuan dewasa yang berjalan di tengah jalan. Saya tidak klakson mereka karena takut tidak sopan. Wong itu bukan di jalan raya, melainkan di jalan kecil. Saya berjalan pelan saja di belakang mereka. Dalam hati saya "bentar lagi mereka pasti masuk rumah perempuan dewasa itu (tetangga saya)." Kebetulan jarak 15 meter lagi sudah sampai di rumah perempuan dewasa tersebut. Nah, perempuan dewasa tersebut yang tahu bunyi sepeda motor saya, langsung meminta kedua lansia itu tadi untuk tidak jalan di tengah dan meminta supaya saya dikasih jalan. Anda tahu apa yang dikatakan lansia itu? Salah satu lansia (perempuan) berkata "wong nggak diklakson ya nggak tahu saya." Mendengar itu saya diam dan lanjut melanjutkan perjalanan. Mereka orang tua, nggak pantas juga untuk diajak berdebat. Mending saya salah saja sudah. Sekarang anda tanyakan sendiri pada diri anda, berjalan di tengah jalan itu benar atau salah? 

       Pembaca yang budiman. Banyak sekali contoh orang Indonesia yang suka menyalahkan tapi tidak mau disalahkan. Tapi saya tidak bisa menuliskan semua di sini. Karena kalau ditulis semua, bisa jadi seribu paragraf nanti. Pesan saya, jangan pernah melihat gelas dari satu sisi dengan mengabaikan sisi yang lain. Terima kasih 

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?