Membaca Buku untuk Kepentingan Cari Perhatian
Tadi tidak sengaja menemukan kutipan dari Betrand Russel. Isi kutipannya ialah "ada dua motif untuk membaca buku. Pertama kau menikmatinya. Dan yang lain kau bisa menyombongkannya. Membaca kutipan tersebut mengingatkan saya akan tulisan yang dulu pernah saya tulis. Judulnya adalah "Orang yang Hobi Posting Isi Buku di Story WA adalah Orang yang Baru Suka Membaca" Tulisan itu saya tulis lantaran kesal saja setelah melihat story WA orang-orang. Mengapa musti dipost beserta bukunya begitu. Diketik sendiri kan bisa. Dulu, saya berpikir orang-orang seperti ini hanya cari perhatian semata. Ya agar terlihat rajin baca buku saja di mata orang lain. Aslinya dia malas kok membaca buku itu. Kalau nggak percaya silahkan tanya mereka sendiri.
Orang yang membaca buku dengan motif mencari perhatian dari orang lain mudah sekali dikenali. Pertama, biasanya mereka mencari tempat yang ramai. Pernah tepatnya tahun 2017 silam saat saya membeli tiket kereta api di stasiun, saya melihat seorang pemuda membaca buku di tengah keramaian. Saya amati dunia sekitar, dari sekian banyak orang, yang hanya membaca buku hanya makhluk satu ini. Melihat itu saya hanya bertanya-tanya "apa bisa tenang dan enjoy dia membaca buku di tengah keramaian seperti itu?" Melihat tampangnya kok arogan sekali saya perhatikan. Seolah merasa dirinya paling berkualitas saja. Dari situ, saya menduga ah caper ini. Dari cara dia megang buku saja kelihatan kalau dia sebenarnya nggak biasa megang buku. Dari gelagatnya pun juga kelihatan bahwa motif dia pegang buku itu hanya sekedar caper. Mohon maaf, saya paling tidak suka orang baca buku karena motif caper itu.
Pernah juga tahun 2023 kemarin saat saya dan rombongan guru liburan ke Yogyakarta menggunakan jasa kereta api. Di dalam gerbong, di tempat duduk ABC saya perhatikan seorang pemuda membaca buku. Gayanya saja itu. Wong saya perhatikan banyak ngomongnya daripada membacanya. Dia baca tuh ya nggak ada asal buka dan buka halaman saja. Yang penting orang lain melihat dia pegang buku begitu. Oh banyak ngobrolnya dia bersama teman di depannya. Dia itu sebenarnya caper ke seorang wanita yang duduk di sampingnya saja. Lagipula, apa bisa enjoy membaca di tengah keramaian begitu. Apalagi keretanya goyang-goyang. Kalau saya pribadi jujur nggak enjoy. Kenapa? Karena saya pernah mencobanya sebelumnya. Belum dapat dua halaman saya taruh lagi bukunya di dalam tas saya. Ya bisa baca, tapi nggak enjoy dan masuk di kepala saya. Mulai saat itu, saya tidak pernah baca buku di atas kereta lagi. Malu juga iya begitu dilihat oleh penumpang lain yang duduk di depan saya.
Teman-teman yang rajin menabung, orang yang benar-benar hobi membaca buku tidak akan pernah melakukan hal demikian. Mereka lebih memilih untuk mencari tempat yang tenang untuk membaca. Mereka yang baca buku di tengah keramaian itu kan motif utamanya caper supaya terlihat intelek saja. Kok nggak malu begitu kata saya. Ya terus terang gelagat mereka nggak bisa berbohong bahwa sebenarnya tujuan mereka baca buku di tengah keramaian itu hanya untuk caper semata. Saya menduga kurang perhatian saja orang-orang seperti itu.
Jujur teman-teman, saya pernah satu gerbong dengan bule saat saya pulang dari Kediri. Meja kecil yang terletak di dekat jendela itu penuh dengan buku-buku mereka. Sehingga saya tidak bisa menaruh botol air. Lalu saya perhatikan saja mereka berdua apakah buku sebanyak itu dibaca atau tidak. Nggak dibaca loh hingga stasiun Probolinggo. Kebetulan mereka turun stasiun Probolinggo karena ingin main ke Bromo katanya. Ya nggak dibaca bukunya, ditaruh gitu aja. Anda tahu apa yang mereka lakukan? Mereka diam menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik. Mungkin ya mereka baca sebentar tanpa sepengetahuan saya. Tapi karena keadaan gerbong sungguh ramai, mereka berhenti membacanya. Kalau bule yang baca buku itu saya yakin nggak ada motif caper di dalamnya. Ngapain juga caper ke negara ketiga?
Kita musti jujur bahwa sering kali kita jumpai pemandangan yang sok intelek di depan buku. Bisa kita temui di media sosial atau secara langsung. Teman pembaca misalnya ada pasti, ke perpustakaan niatnya pinjam buku untuk keperluan nyusun makalah. Di tengah-tengah waktu, dia pose dan foto selfie sambil memegang buku. Oh banyak yang seperti itu. Di foto profil orang itu sering saya jumpai pegang buku dengan percaya dirinya. Itu nggak dibaca bukunya, hanya untuk keperluan properti foto saja. Itu loh yang saya benci. Apalagi yang melakukan itu seorang mahasiswa. Supaya apa begitu loh. Hina sekali demi mendapatkan pengakuan orang sekitar sampai rela melakukan hal itu. Saya yakin orang yang benar-benar cinta dengan buku tidak akan melakukan hal tersebut. Mereka-mereka yang melakukan hal tersebut kan tolol pada umumnya.
Dalam kutipan di atas, secara tersirat Russel menyindir manusia yang cenderung untuk mencari pengakuan atau validasi lewat membaca. Russel mengajak kita sekalian untuk jujur pada diri sendiri: apakah kita membaca buku karena ingin menikmati dan memahami atau hanya sekedar unjuk muka supaya terlihat pintar? Kalau memang motif awal kita membaca buku untuk menikmati dan memahami, maka pemandangan seperti baca buku di keramaian dan bising itu nggak pernah kita jumpai. Sebaliknya, jika motif awal kita membaca buku untuk menyombongkan diri bahwa kita mahasiswa ya lihat saja pasti akan ditemukan banyak foto-foto orang pegang buku di media sosial. Pun ditemukan juga lelaki baca buku di tengah keramaian wanita. Iya kalau di Jepang baca buku di tempat keramaian itu dianggap sebagai budaya. Karena memang sering kita lihat orang Jepang antre sambil baca buku. Bukan satu atau dua orang yang baca buku. Banyak yang baca buku sehingga pandangan orang tidak meleset jauh dari sekedar aktifitas menyombongkan diri. Di Indonesia membaca buku itu kan bukan budaya kita. Budaya kita itu menonton dan meniru. Terima kasih