Teh Pucuk Dijual Rp.10.000 per Botol

       Tanggal 7 Mei kemarin,  saya pulang dari Malang menggunakan jasa layanan PT KAI. Mulai perjalanan pulang dari Malang hingga Probolinggo, saya hanya menemukan satu fenomena yang terjadi di dalam gerbong kereta api. Dann itu menurut saya kurang menarik untuk ditulis. Setelah kereta meninggalkan stasiun Probolinggo, nah di sini ada suatu fenomena yang menyita perhatian saya. Dan menurut saya itu menarik untuk ditulis. 

       Di stasiun Probolinggo, dua penumpang yang duduk di depan saya turun. Lalu ada penumpang baru lagi yang duduk di depan saya. Awalnya hanya satu orang ibu-ibu saja. Namun setelah saya tanya apakah beliau sendirian ke Banyuwangi, beliau jawab kalau beliau ke sana bersama dua anaknya. Saya tanya lagi lalu di mana anaknya sekarang, beliau jawab ada di gerbong tiga. Waktu itu ceritanya kami ada di gerbong satu. Mendengar itu, saya bilang ke ibunya untuk memanggil anaknya untuk duduk kemari saja mengingat di sebelah saya dan ibu tersebut tidak ada penumpang lain yang duduk. Saya kira kalau perjalanan malam seperti ini, tidak ada penumpang lain yang naik. 

       Singkat cerita, dipanggilah dua orang anaknya untuk duduk di gerbong satu bersama kami. Anak yang perempuan duduk di sebelah ibunya, dan anak yang laki-laki duduk di sebelah saya. Anak yang perempuan masih kelas 1 SD dan yang laki-laki kelas 4 SD. Di tengah-tengah perjalanan, anak perempuan itu mengeluh kehausan. Saya yang mau memberinya air minum, saya sadar bahwa air minum tersebut terdapat bekas saya. Akhirnya saya mengurungkan niat saya. Dalam hati saya "sabarlah dulu sebentar nak, bentar lagi pasti ada pramugari yang lewat sambil menawarkan aneka jenis makanan dan minuman."

       Setelah beberapa menit, muncul pramugari menawarkan aneka makanan dan minuman. Sang anak rupanya hanya ingin membeli air minum saja. Dan sang anak memilih untuk membeli satu botol teh pucuk saja. Ketika ibu tersebut bertransaksi dengan pramugarinya, saya tidak mendengar berapa harga satu teh pucuk itu. Karena jujur memang kondisi di dalam kereta cukup ramai. Dan suara pramugarinya ketika menyebutkan harga tehnya pelan sekali. Saya hanya melihat ibu tersebut membayar menggunakan nominal uang 50.000. Setelah pramugari pergi, saya tanya berapa harga satu botol teh pucuk itu ke ibunya. Ya saya tanya itu alasannya kenapa hanya beli satu, kan anaknya ada dua. Kenapa nggak beli dua saja. Wong harganya sekitar 3 ribuan. Ibunya menjawab bahwa satu buah botol teh pucuk itu harganya 10.000. Mendengar itu saya tersenyum tipis. Pantas pelan sekali pramugarinya menyebut harga teh tersebut tadi. 

        Yang saya tidak habis pikir kenapa musti dijual dengan harga 10.000 begitu. Dijual 5 ribu tetap untung kok mereka. Wong di warung harganya tiga ribuan. Ngambil keuntungan berapa persen itu mereka sudah. Jujur, mendengar harga satu botol teh 10.000, saya kaget. Padahal saya sudah tahu dari teman yang bekerja di PT KAI bahwa harga makanan dan minuman di dalam gerbong kereta itu mahal-mahal. Tapi ya nggak semahal itu lah. Dijual 5.000 atau 6.000 itu sudah pantas menurut saya. 

        Saya kira fenomena ini tidak lebih dari sekedar permainan semata lah. Negara ketiga seperti kita kan memang dasarnya suka main-main. Menurut kakek saya yang mantan pegawai PT KAI, permainan ini sudah sejak lama dimainkan. Dan lucunya tidak ditinjau dan dilakukan audit lebih lanjut. Memang disengaja seperti itu karena mereka di dalam kereta merupakan pesaing tunggal. Akhirnya, cara yang dipakai adalah memonopoli konsumen. Nggak ngerti lagi saya. Bayar keretanya saja mahal, pelayanan restorasinya juga mahal. Ada kereta api yang murah, tapi menerima penumpang dengan tiket berdiri. Harga tiketnya pun dijual sama antara penumpang dengan tempat duduk dan berdiri. Terakhir, saran saya untuk PT KAI yakni sediakanlah kotak saran terkait dengan pelayanan yang dapat diakses melalui aplikasi atau mesin telusur di dalam gerbong kereta api. Tujuannya untuk survei kepuasan penumpang selama menggunakan jasa layanan PT KAI. Ya contohnya seperti di klinik Wirasakti dan Bank Syariah itu. Itu dilakukan sebagai bahan evaluasi langsung dari penumpang. Ya kan selama ini para penumpang tidak tahu secara langsung bahwa telah dilakukan audit atau tidak dari pihak PT KAI terkait dengan pelayanan publik di dalam gerbong kereta api. Jujur, masih lebih punya hati pedagang minuman di pinggir jalan saat ada acara JFC menurut saya. 

Postingan populer dari blog ini

Rupanya Ada Yang Mengendus Blog Saya

Tiga Tipe Teman Saat Kau Jatuh di Dasar Jurang

Sejak Kapan Presentasi Dilarang Tanya?