Supporter Kampungan: Datang ke Stadion hanya untuk Memprovokasi
Dua tahun lalu, kabupaten Jember mengadakan turnamen pelajar SD tingkat kabupaten. Turnamen tersebut dibagi menjadi 31 tim yang mewakili masing-masing kecamatan. Di turnamen ini, kecamatan Patrang terpilih sebagai tuan rumah. Para tim-tim tersebut berlaga di stadion Notohadinegoro yang terletak di Kreongan, kecamatan Patrang. Dari turnamen ini, hanya satu yang saya permasalahkan. Yaitu sikap supporter yang masih kekanak-kanakan. Ya boleh dibilang masih primitif lah pemikirannya. Padahal mereka sudah tua-tua.
Dalam turnamen tersebut, guru olahraga di sekolah tempat saya ngajar turut bagian menjadi pelatih tim dari sepak bola kecamatan Patrang. Beliau punya andil dalam memilih dan menentukan pelajar SD berbakat se-kecamatan Patrang untuk mengikuti turnamen tersebut. Di sekolah kami, ada perwakilan satu anak yang ikut tim tersebut. Jadi boleh dikatakan, semua pemain dari tim tersebut berasal dari sekolah dasar yang berbeda-beda. Dalam turnamen tersebut, ketika mencapai babak enam belas besar, seluruh kepala sekolah menghimbau murid-muridnya untuk mendukung tim kesebelasan Patrang berlaga.
Babak enam belas besar, kecamatan Patrang menang melawan kecamatan Kaliwates. Saya lupa berapa skornya. Babak perempat final, kecamatan Patrang menang lagi. Tapi saya lupa melawan kecamatan apa. Kalau nggak kecamatan Mumbulsari, ya Umbulsari. Seingat saya ada sarinya di belakang. Nah, babak semifinal ini yang membuat saya jengkel. Selain Patrang kalah, tingkah supporter lawan sangat tidak respect sekali. Hal itu terjadi baik sebelum maupun sesudah laga. Nggak tahu saya kok bisa seperti itu. Padahal itu masih turnamen anak-anak.
Di semifinal kesebelasan Patrang melawan kesebelasan dari kecamatan Kalisat. Kami guru dan siswa semuanya dari kelas 4 hingga 6 pergi ke stadion jalan kaki untuk mendukung kecamatan Patrang. Oh saya lihat senang sekali anak-anak diajak nonton bola begitu termasuk yang perempuan. Ya hitung-hitung tamasya lah buat ngilangin stress setelah belajar terus di sekolah. Saat kami di tengah jalan, kami tidak tahu banyak mobil silih berganti melewati kami. Yang saya sesali adalah, penumpang di mobil itu membuka jendela lalu mengacungkan jari tengah. Untungnya, tak satu pun murid yang tahu akan hal itu. Kalau tahu, mungkin murid-murid dari sekolah kami marah dan meneror mobil tersebut. Plat nomernya kan kelihatan jelas itu. Tinggal tandain saja, habis itu dikempesin bannya selesai. Kalau saya punya niat licik. Tapi ya sebagai orang yang bijak, abaikan saja hal semacam itu. Hitung-hitung mereka lagi psywar gitu aja.
Sampai di stadion, kami tidak tahu kalau laga semifinal ini, supporter dari kecamatan Patrang tribunnya dipindah. Yang dari sebelumnya kami nonton di tribun sebelah barat, kali ini diganti di sebelah timur. Tribun sebelah barat ditempati oleh supporter kecamatan Kalisat. Nah, di pertandingan itu kecamatan Patrang kalah 1 0 lewat gol semata wayang melalui titik putih. Ya ada, saya lihat beberapa pemain kesebelasan Kalisat yang mengejek supporter dari kecamatan Patrang ada.
Sekitar 200 meter meninggalkan stadion, supporter Kalisat yang naik mobil meneriaki kami "woyy tuan rumah kok kalah." Ya saya salut dengan sikap murid-murid dari sekolah kami, karena mereka tetap tenang dan tidak terpancing emosi. Sikap dari murid-murid sekolah lain yang kebetulan saat itu jalan bersama kami pun tetap tenang. Jadi, supporter Kalisat justru kelihatan tolol sendiri melakukan ejekan demikian. Ya itu karena kami tetap tenang dan tidak melawan. Wong kami datang ke stadion itu niatnya nyari angin dan menghilangkan stress. Lagipula anak-anak itu masih polos dan nggak ngerti kalau dirinya diintimidasi atau diprovokasi. Jalan aja santai mereka walupun diejek. Mau tim kecamatan Patrang menang atau kalah mereka tetap bersikap santai saja. Sepertinya saya lihat supporter Kalisat salah orang kalau niat mereka mau memprovokasi kami. Seingat saya hanya supporter Kalisat saja yang bersikap demikian. Supporter dari kecamatan lain nggak ada. Ya sayang sekali begitu. Kejadian ini sudah terjadi dua tahun lalu. Saya tulis sebagai pengingat saja agar ke depan tidak terjadi hal semacam itu lagi. Karena sikap adu domba maupun provokasi seperti itu tidak pantas dilakukan oleh supporter sepak bola, mengingat turnamen bola ini masih di jenjang SD. Terima kasih