Postingan

Blok Kontak Seseorang bukan Sikap Kekanak-Kanakan, Tapi ....

       Saya kalau sudah dibuat kesal berkali-kali oleh seseorang, saya blok aja kontaknya. Daripada saya pendam rasa kesal itu, lalu jadi perilaku yang aneh-aneh, mending saya blok sekalian saja kontaknya. Kontak diblok itu bagi saya berarti sudah nggak ada ikatan lagi. Mau mereka makan paku pake sambal balado, bangun mall di dalam sekolah, bikin pesawat emprit air, bukan urusan saya sudah.         Saya nggak peduli mau dibilang saya kekanak-kanakan atau ketua-tuaan. Keremaja-remajaan juga bodoh amat saya. Karena bagi saya, blok kontak itu bukan sikap kekanak-kanakan, tapi sikap self-respect. Orang yang membiarkan dirinya terus terlarut dalam rasa kekesalan, lalu dia punya cara untuk meredam rasa kesal itu, tapi oleh dia tidak digunakan, artinya dia sama sekali nggak punya sikap self-respect. Ya tolol aja itu namanya. Paling enak kan blok kontaknya. Dapat dua hari sudah tenang hidupnya. Bukan justru malah didiemin sampe kiamat rasa kekesalan ...

Hanya Perkara Seragam tidak Dicuci sampai Rela Membohongi Gurunya

      Terus terang saya ini kesal ya dengan tingkah laku wali murid saya. Tadi pagi saya dapat pesan WA, isinya permintaan izin bahwa anaknya tidak bisa upacara karena seragamnya baru dicuci. Dalam hati saya, saya nggak mau tahu itu bukan urusan saya. Jengkel asli saya melihat isi chat itu. Akhirnya nggak saya balas itu.       Loh, hari Sabtu tanggal 16 Agustus pukul 11:18 itu sudah saya umumkan di grup kelas,  bahwa hari Minggu besok tanggal 17 Agustus ada upacara dalam memperingati kemerdekaan RI ke-80 di sekolah. Saya juga sudah umumkan besok itu anak-anak mengenakan seragam merah putih. Ibu satu ini read chat saya pukul 11:23. Artinya dia punya banyak waktu toh untuk menyiapkan seragam anaknya. Tahu-tahu besoknya jam 6 pagi chat ke saya izin anaknya gak ikut upacara karena seragam merah putihnya baru dicuci.         Lagipula ya, seragam merah putih itu kan dipake hari Senin dan Selasa saja kan. Hari Rabu sampai Sabtu k...

Tidak Ada yang Peduli dengan Lukanya

      Pertengahan Mei tahun lalu, saya melaksanakan Kursus Mahir Dasar (KMD) di lapangan Cadika yang terletak tidak jauh dari Roxy. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 10 anggota. H-1 sebelum acara, kami diminta untuk cek dan membersihkan lokasi. Siapa tahu ada daun kering jatuh dan rumput yang tumbuh liar di area tenda kami. Nah, dalam momen ini ada satu kejadian yang menyita perhatian saya. Di mana banyak anggota  yang tidak peduli dengan luka yang dialami oleh salah seorang anggota kelompoknya sendiri.         Saat tiba di lokasi, saya lihat banyak anggota saya yang sudah berkumpul kerja bakti membilah bambu. Bambu-bambu tersebut nantinya mau dibuat pagar dan jemuran. Di saat yang bersamaan, saya melihat jari telunjuk teman saya berwarna merah. Warna merahnya sudah mengering. Saya berpikir, itu pasti berdarah saat membilah bambu tadi. Saya kan datangnya agak telat ya jadi nggak tahu. Tapi bukan itu yang jadi s...

Bukan Soal Uang, Ini Soal Respect

       Dua Minggu yang lalu, saya dipanggil ke ruang kepala sekolah. Saya sempat bertanya-tanya "ada apa gerangan?" Sampai di sana, saya oleh kepala sekolah ternyata diberi tanggung jawab untuk memegang Lab IPA. Beliau lalu meminta saya untuk mengerahkan siswa-siswi saya untuk ikut membersihkan Lab tersebut Minggu depan.         Saya kembali bertanya-tanya kenapa saya yang diberi amanah untuk memegang Lab. Kenapa tidak ruangan yang lain begitu. Ruang UKS atau apa misalnya. Kalau UKS kan enak ruangannya kecil, sudah bersih lagi. Apalagi kalau mushola juga lumayan enak. Setiap hari sudah bersih, apalagi yang mau dibersihkan. Saya sempat membagikan keluhan saya itu ke rekan sesama guru. Rekan saya berkata "sampean sih mas terlalu rajin. Makanya sampean disuruh pegang Lab." Dalam hati saya, masak saya harus menunjukkan bahwa saya ini tidak rajin di depan orang-orang. Ya kan gak mungkin begitu.        Minggu depannya, saya meng...

Negara Selalu Merusak Momen Indah Keluarga

       Siang tadi sekitar pukul 13:00 WIB, saya menjenguk murid saya yang tengah sakit. Dia tidak masuk sekolah selama lima kali berturut-turut. Sebagai wali kelasnya, hal itu tentu membuat saya khawatir dan ingin tahu kabar dia terkini.        Sampai di rumah murid saya, saya disambut oleh kakaknya. Dia mempersilahkan saya masuk, sedangkan dia keluar untuk menyusul dan mengabari ibunya yang sedang berjualan di warung. Di kamar, saya duduk sembari bertanya kabar murid saya. Dia tampak panas saya pegang keningnya. Terjadilah sebuah obrolan singkat di sini.       Saya mulai tanya perihal sakit yang dideritanya. Dia jawab sakit panas. Lalu saya tanya lagi perihal keluarganya "itu tadi siapa?" Dia jawab "kakak saya." Kemudian saya tanya lagi kemana ibu kamu. Dia jawab ibunya jualan di warung. Saya tanya "ayahnya kerja?" Dia jawab "iya pak kerja di Gresik." Di sini saya tidak tahu pasti pekerjaan ayah dia apa. Tiba-tiba ibunya datan...

Selama di Bawah Sulit untuk Dihargai

       Tadi siang, saya oleh kepsek disuruh menyerahkan dokumen ke Aula SDN Slawu 3. Saya sendiri tidak tahu itu berkas apa. Amat tidak etis bagi saya jika saya membukanya tanpa seizin kepsek. Saya pun sadar, saya juga tidak berhak untuk mengetahui itu.         Sampai di Slawu 3, saya tanya ke petugas yang ada di dalam ruangan. Tadi, saya lihat ada dua orang yang berada di dalam ruangan. Tidak lupa saya ucapkan salam terlebih dahulu. Lalu saya susul dengan alasan saya datang ke sana. Alasan saya yaitu ingin menemui pak Wawan. Saya mengatakan itu dengan kalimat yang baik dan gestur yang beradab. Harapan saya, saya juga mendapatkan balasan yang baik dan beradab pula. Namun perlakuan tidak etis yang saya terima dari kedua petugas tersebut. Mereka tidak senyum menyambut saya dan mereka memberitahu di mana pak Wawan berada menggunakan gestur jari telunjuk.  Hanya gesture saja, tanpa diikuti dengan kata-kata dari mereka. Paling tidak ngomong l...

Supporter Kampungan: Datang ke Stadion hanya untuk Memprovokasi

       Dua tahun lalu, kabupaten Jember mengadakan turnamen pelajar SD tingkat kabupaten. Turnamen tersebut dibagi menjadi 31 tim yang mewakili masing-masing kecamatan. Di turnamen ini, kecamatan Patrang terpilih sebagai tuan rumah. Para tim-tim tersebut berlaga di stadion Notohadinegoro yang terletak di Kreongan, kecamatan Patrang. Dari turnamen ini, hanya satu yang saya permasalahkan. Yaitu sikap supporter yang masih kekanak-kanakan. Ya boleh dibilang masih primitif lah pemikirannya. Padahal mereka sudah tua-tua.         Dalam turnamen tersebut, guru olahraga di sekolah tempat saya ngajar turut bagian menjadi pelatih tim dari sepak bola kecamatan Patrang. Beliau punya andil dalam memilih dan menentukan pelajar SD berbakat se-kecamatan Patrang untuk mengikuti turnamen tersebut. Di sekolah kami, ada perwakilan satu anak yang ikut tim tersebut. Jadi boleh dikatakan, semua pemain dari tim tersebut berasal dari sekolah dasar yang berbeda-beda. D...